foto: urscorp.com.au

Muhammad Sholich Mubarok - BeningPost

Sebagaimana yang termaktub dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada Tahun 2008, PT Freeport Indonesia (FI) dinilai telah membohongi masyarakat adat di Papua terkait dengan janji perusahaan tambang milik Amerika Serikat yang akan memberikan kompensasi atas pemakaian tanah adat milik suku Amungme dan Komoro di Papua.

"Pada tahun 2008 Suku Amungme dari tiga desa, yakni, Waa/Banti, Arwanop, Tsinga didampingi IHCS  pertanyakan realisasi kewajiban Freeport membayarkan dana perwalian sebagai biaya tambahan kepada masyarakat pemegang hak ulayat yang tanahnya dipakai pertambangan Freeport yaitu Suku Amungme dan Suku Komoro sebagaimana tertuang dalam MoU Tahun 2000 antara Freeport dengan Lemasa (Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme) & Lemasko (Lembaga Masyarakat Suku Komoro)," ujar Sekjen Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan di Jakarta, Senin (31/10).

Mulai tahun 2009 hingga 2010, kata Gunawan, Komnas HAM melakukan pemantauan & memediasi kasus ini. Namun hingga kini kasusnya belum selesai & mayoritas kedua suku tersebut masih jauh dari kesejahteraan

Gunawan menambahkan, pada 20 Juli 2011, IHCS sudah mendaftarkan gugatan ke pengadilan yang ditujukan kepada Menteri ESDM, Freeport, Presiden dan DPR karena melakukan perbuatan melawan hukum, sebab dianggap tidak menjalankan PP No. 45 Tahun 2003 yang mengatur pembayaran royalti emas sebesar 3,75%.

"Gugatan kita (IHCS) sangat beralasan. Karena, Pemerintah hanya memberi kewajiban Freeport bayar royalti emas sebesar 1 persen. Padahal dalam PP jelas royalti itu 3,75 persen," tutur Gunawan.