microsite.metrotvnews.com

GEMUK berurusan dengan ukuran tubuh. Sapi gemuk lebih diminati peternak daripada sapi kurus. Anak kecil bertubuh gemuk dengan wajah ceria pun menjadi daya tarik tersendiri dibanding anak seusianya yang bertubuh kurus dan tampak mengiba. Gemuk menjadi ukuran tersendiri pada sebuah kesempatan tertentu sehingga dapat dikatakan berhasil mengasuh objek tersebut.

Sapi menjadi gemuk lantaran peternak menyediakan asupan nutrisi lebih banyak, teratur dan tentunya berbiaya. Sering terjadi peternak mendahulukan kepenting penyediaan makanan bagi hewan ternaknya ketimbang hal serupa untuk objek lainnya. Begitu pun anak kecil bertubuh gemuk pasti lebih banyak pengeluaran (belanja, cost) bagi pertahanan kegemukan tubuhnya. Tetapi ketika anak beranjak remaja, ia gerah dengan kondisi gemuk tubuhnya. Bukan saja menjadi susah bergerak bahkan untuk menopang tubuhnya pun kadang mengalami kesulitan. Relatif seseorang bertubuh gemuk tidak dapat melakukan hal-hal kecil yang dapat dengan mudah dilakukan orang lain yang berukuran tubuh di dalamnya. Praktis seseorang bertubuh ramping (bukan kurus) lebih gesit melaksanakan aktivitasnya.

Demikian pula halnya dengan organisasi yang membawahi sekian anggota. Kepengurusan yang gemuk justru menjadi beban organisasi, dan kurang mencerminkan diferensiasi kerja keorganisasian. Kepengerusan organisasi/ lembaga yang sebenarnya bisa diawaki sedikit pengurus lantas membengkak jadi gemuk berpotensi menimbulkan besaran anggaran rutin.

Itulah yang menimpa 34 kabinet/ kementerian yang akan mengawal kepemimpinan Jokowi-JK pada 2014-2019. Celakanya jauh sebelum kampanye pilpres, kubu ini menjanjikan kabinet ramping dan akan memangkas jumlah 34 entah menjadi berapa. Manakala janji itu tidak terbukti, ditambah dengan kukuhnya rencana menaikkan harga BBM, berakibat menurunnya kepercayaan rakyat kepada sosok pilihannya saat pilpres berlangsung.

34 calon menteri yang terus mengisi perbincangan publik dan politik  sejak Juli lalu, menciptakan berbagai asumsi menyoal luputnya janji Jokowi-JK merealisasikan janji-janji kampanye. Ada beberapa efisiensi yang dilakukan Jokowi menyangkut urusan pribadi, misalnya pengawalan pribadi, rencana penghapusan jabatan wakil menteri dan lain-lain. Namun isu utama kabinet ramping sepertinya berbalik diametral hingga tidak ada pengurangan jumlah kementerian.

Pinjam Jawa Pos (16/8), postur kementerian presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) berpotensi lebih ramping. Jumlah kementerian bakal dimampatkan menjadi 27 atau lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah maksimal 34 kementerian seperti pada Kabinet Indonesia Bersatu saat ini. Deputi Tim Transisi Jokowi-JK Andi Widjajanto menyatakan, opsi agar kementerian dikurangi makin menguat. Katanya pula, sejauh ini opsi ini lebih efektif, lebih efisien, cocok dengan apa yang diinginkan Pak Jokowi dan Pak JK. Dengan opsi itu, akan ada sejumlah kementerian yang digabung. Misalnya, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan bisa dilebur. Lalu, Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa digabung menjadi kementerian kedaulatan pangan.

Sayang sekali, itu sebatas rumusan. Berhari tugas Tim Transisi Jokowi-JK guna merealisasikan impian kabinet ramping seketika luruh. Menurut catatan Tempo (15/9) Joko Widodo menyatakan kabinetnya akan terdiri dari 34 kementerian. Jumlah itu sama dengan kementerian dalam kabinet pemerintahan Presiden Yudhoyono.  Menurut ia, 34 kementerian ini untuk terciptanya pemerintahan yang bekerja dan akan diisi oleh 18 dari kalangan profesional dan 16 dari kalangan profesional partai politik.

Lalu apa bedanya dengan dua periode pemerintahan SBY? Laksana sapi gemuk yang memerlukan banyak asupan nutrisi, 34 kementerian ini bakal menyedot besaran anggaran yang hampir sama dengan 34 kementerian era kepemimpinan SBY. Dengan demikian belanja pembangunan tetap saja jomplang, alias lebih sedikit daripada belanja rutin. Realisasi pemenuhan hak-hak rakyat atas kebutuhan dasar pun bagai jauh panggang dari api. Sama sekali tidak menyentuh pemenuhan hak-hak rakyat. Di sisi lain pengeluaran rakyat justru membengkak lantaran rencana kenaikan harga BBM yang sudah ketahuan nilainya oleh publik .

Membengkak

Pengeluaran rakyat membengkak sudah pasti membuat perut mereka jadi kurus. Ironinya pendapatan negara dari pajak dan retribusi rakyat  kebanyakan yang bertubuh kurus itu dialokasikan bagi pemenuhan kebutuhan sapi gemuk. Keringat rakyat dan besarnya beban pengeluaran bagi terselenggaranya roda pemerintahan Jokowi-JK tidak lagi mencerminkan keberpihakan kepada wong cilik. Jargon yang digadang ke mana-mana itu jadi kian bias. Ini tentu saja memancing dugaan rasa ketidakpercayaan atas kinerja pemerintahannya.

Kabinet pemerintahan Obama sebagai perbandingan hanya terisi oleh 15 menteri dan 6 (enam) jabatan setingkat menteri. Kabinet Amerika Serikat, biasanya disebut sebagai Kabinet Presiden atau disederhanakan sebagai Kabinet, terdiri dari pejabat yang ditunjuk paling senior dari cabang eksekutif dari pemerintah federal Amerika Serikat. Keberadaannya tanggal kembali ke Presiden Amerika pertama, George Washington, yang ditunjuk Kabinet dari empat orang (Menteri Luar Negeri Thomas Jefferson; Menteri Keuangan Alexander Hamilton; Menteri Perang Henry Knox; dan Jaksa Agung Edmund Randolph) untuk memberikan nasihat dan membantu dia dalam tugas-tugasnya. Petugas kabinet dinominasikan oleh Presiden dan kemudian diajukan ke Senat Amerika Serikat untuk konfirmasi atau penolakan oleh mayoritas sederhana. Jika disetujui, mereka dilantik dan mulai tugas-tugas mereka. Selain Jaksa Agung, dan sebelumnya, Ketua Umum Kantor Pos, mereka semua menerima gelar Secretary. Anggota kabinet bertugas melayani Presiden (kutipan Wikipedia).

Indonesia bukan Amerika Serikat. Pasti berbeda dalam banyak hal, terlebih menyoal sistem pemerintahan dan perbedaan negara federal dengan negara kesatuan.  Tetapi berbicara kabinet presiden dengan jumlah penduduk AS sebanyak 316,668,567 jiwa dan luas wilayah 9,826,675 km dengan rasio 4,5% dari Jumlah Penduduk Dunia, sementara Indonesia dengan penduduk 251,160,124 jiwa dengan luas wilayah 1,904,569 km2  dan rasio 3,5% dari Jumlah Penduduk Dunia ~kabinet AS lebih ramping.

Jokowi-JK tinggal menghitung hari pelantikan pada Oktober 2014. Usai itu rakyat menunggu jumlah kementerian yang akan mengawal roda pemerintahannya. Bila tetap berjumlah 34 maka  janji perampingan kabinet, koalisi ramping, efisiensi dan efektivitas anggaran belanja negara tidak terbukti. Ujungnya, rakyat juga yang kebagian pekerjaan rutin memberi asupan nutrisi bagi proses keberlangsungan pemerintahan RI 2014-2019. Dalam posisi yang kurang menguntungkan, rakyat  diposisikan di garda depan untuk disamarkan pemerintah menjadi subjek pembangunan, meski kenyataannya  adalah objek pembangunan dengan segala peningkatan beban pengeluaran/ belanja sehari-hari.***

 

(rr)