foto: ournaturallife.com

Rizki Romdonnie - BeningPost

Kalangan internal Partai Demokrat mendesak Presiden Yudhoyono agar mengevaluasi keberadaan PKS dalam koalisi. Partai dakwah itu dianggap menyalahi kontrak koalisi setelah menyempal dari kebijakan pemerintah dalam sidang Paripurna. Menurut Iberamsjah, Pengamat politik Universitas Indonesia, sah-sah saja jika sikap PKS seperti itu, karena PKS berkoalisi bukan untuk kader Demokrat tetapi koalisi itu dibangun dengan Presiden Yudhoyono.

“Memang betul, PKS sikapnya seperti sekarang benar, karena PKS berkoalisi dengan SBY, bukan dengan partai Demokrat bukan dengan elite-elite partai Demokrat," jelas Iberamsjah ketika diwawancarai BeningPost.com, Jakarta, Selasa (3/4).

Ia menambahkan, “Seharusnya elite-elite partai Demokrat tahu diri. Ruhut, Sutan Batoegana mereka itu kan kroco-kroco, bukan orang yang berkoalisi dengan PKS. Mereka itu hanya anggota biasa, sebab dalam sistem koalisi kan yang berkuasa ketuanya. Apalagi dalam sistem kita presidensial, yang punya hak prerogatif ya SBY bukan mereka, jadi capek-capekin doang nanggepin orang kayak Sutan dan Ruhut. Bisa merendahkan pamor PKS punya kader kayak ruhut.”

Iberamsjah menilai bahwa pertimbangan politisnya itu ada di SBY. Jika memang dia “berani” menggeser PKS dari koalisi berarti dia harus siap kehilangan 57 kursi di parlemen. Terlebih jika Golkar pun ikut lari dari koalisi, tamat lah riwayat Demokrat.

“SBY itu cukup pintar, dia kalau mendepak PKS kehilangan 57 kursi di parlemen, yang kedua kalau PKS di pinggirkan yang berbahaya ialah Golkar 123 kursi. Kalau Golkar juga lari, tamatlah SBY, nah itu yang SBY takuti," ujarnya.

Terkait celotehan kader Demokrat yang terus menerus agar PKS digeser dari koalisi, Iberamsjah berkomentar, “Karena orang demokrat itu mengharapkan kalau PKS itu dicabut, 3 kursi itu buat Demokrat, mereka sudah sangat tergila-gila kekuasan. Ada yang bilang kalau misalkan Tifatul itu diganti, nanti gantinya Ruhut, lalu menteri sosialnya Saan Mustofa, jadi kepentingannya sudah lupa diri.”

Ia menduga ada salah penafsiran arti kata koalisi. Ia mengatakan, “Orang Demokrat ini salah menafsirkan koalisi! Koalisi itu bukan mitranya tidak boleh berpendapat, tidak boleh mengkritisi.“

“Yang dimaksud orang Demokrat, kalau berkoalisi itu buta tuli, ikuti aja partai Demokrat. Mana mau PKS seperti itu, yang mau juga partai bebek seperti kelasnya PAN, PKB, PPP. Apa kata orang, orang ke sungai ikut ke sungai, orang ke gunung ikut ke gunung, ya seperti partainya Hatta, partai yang nggak ada gunanya,” pungkasnya.