www.panoramio.com

BELUM lama ini Walikota Cirebon menyatakan kepada pers bahwa ia gagal meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada hitungan tahun ketiga kepemimpinannya. Ia meminta maaf atas kegagalan itu. Tentu saja fakta ini menjadikan isu bahwa membangun kota bukan hal yang mudah, tapi bukan dengan cara meminta maaf maka persoalan selesai. Seharusnya sebagai kepala daerah ia mampu mematok besaran pendapatan yang harus diraih oleh perusahaan daerah yang di-manage di bawah kepemimpinannya.

Membaca pernyataan Walikota Cirebon sepertinya membaca bahwa ada sesuatu yang mesti segera dibenahi pada manajemen perusahaan daerah. Pembenahan itu bisa bernama efisiensi anggaran maupun keberanian direktur perusahaan daerah menolak permintaan uang tip dari siapa pun, atau juga menghapus anggaran non budgeting. Perusahaan daerah (BUMD) merupakan investasi daerah, bukan investasi orang per orang dan bukan disediakan untuk 'membiayai' sejumlah pejabat yang kerap meminta uang tips bagi keperluan pribadi.

Belum lama pula Ketua DPRD Kota Cirebon memperoleh mobil dinas baru bermerk Pajero. Sampai sekerang berarti ia memiliki 3 (tiga) mobil dinas. Hmmm.... luar biasa. Lucunya bagian perlengkapan Pemda Kota Cirebon menyatakan tidak ada anggaran pembelian mobil itu. Mungkin anggarannya berasal dari Donald Trump atau penerus Osama bin Laden.

Ruang konkret yang bernama Kota Cirebon merupakan manifestasi atas ruang imajinasi dan sejumlah teoritis mengenai kemajuan. Kemajuan dalam pengertian yang tidak sekadar memaknai namun melengkapi dinamika sosial ekonomi masyarakatnya. Kota yang berada di batas Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah serta terletak di tepi Laut Jawa itu sesungguhnya menjanjikan sejumlah harapan dan impian. Harapan dan impian untuk kenyamanan masyarakat dalam berusaha mencari penghidupan.

Salah satu potensi besar yang dapat mewujudkan impian tersebut adalah pelabuhan Cirebon. Pelabuhan yang dapat dikatakan telah lama tidur dari aktivitas yang seharusnya berlangsung. Pelabuhan yang kerap berubah nama (Muara Jati, Tanjung Mas, Pelabuhan Cirebon) itu sudah hampir 30 tahun tersia-sia. Padahal apabila didayagunakan secara optimal, ia tidak saja mampu memberi penghidupan bagi masyarakat melainkan mampu meningkatkan daya saing Kota Cirebon dalam percaturan ekonomi nasional.

Potensi besar lain yang tidak dapat dipandang sebelah mata ialah kegiatan ekspedisi melalui jalur laut dan udara. Dengan kata lain pelabuhan udara Penggung dapat diperbesar menjadi bandara yang secara aktif melakukan kegiatan transportasi.

Sejak PT KAI dipimpin Jonan maka pola manajemen yang diterapkan perusahaan itu cukup baik dan dapat dijadikan prototipe pada moda transportasi darat lainnya. Artinya kesungguhan membangun ruang konkrit terletak pada kebijakan pemimpinnnya. Bila pemimpinnya mau bekerja sungguh-sungguh demi memajukan bidang yang menjadi kewenangannya maka ruang konkrit dapat terealisasi. Karena sesunguhnya setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan manajerial, utamanya dalam hal peningkatan kinerja bidang kerjanya. Meningkatnya kinerja pada seluruh bidang pada gilirannya mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Pemimpin dengan basis kemampuan me-manage sehingga kemajuan dapat diraih berdasarkan target yang telah diprogramkan merupakan pemimpin impian. Untuk tidak menyebut pemimpin ideal, pemimpin yang diharapkan masyarakat Kota Cirebon harus memiliki sifat hasta brata. Sifat tersebut antara lain mewarisi cahaya sebagaimana matahari menyinari bumi untuk kehidupan.

Setiap manusia adalah pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).

Namun demikian, ada kepemimpinan formal di masyarakat. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.

Kepemimpinan formal menyangkut jabatan politik guna merealisasikan ruang imajinasi menjadi ruang konkret. Pemimpin yang sesungguhnya ada, bahkan sangat mungkin dikenal cukup luas serta telah membuktikan kepemimpinannya (manajemen dan sebagainya) di bidang kerja yang tengah dikerjakannya hingga kini. Bisa jadi kepemimpinan formal untuk menuju ruang konkrit yang bernama Kota Cirebon itu perlu ditempuh melalui uji kelayakan.

Lembaga Ekonomi

Sejatinya pemimpin tidak hanya memberi janji kosong kepada rakyat yang dipimpinnya melainkan harus membuktikan kebenaran program yang telah dijanjikan. Salah satunya adalah kesiapan mengadakan sebuah lembaga baru yang independen untuk secara langsung bertanggung jawab kepada kepala daerah dalam hal pertumbuhan ekonomi daerah.

Pada lembaga independen itu dihuni oleh orang-orang yang kompeten di bidang survei ekonomi antardaerah Indonesia, akuntan, pelaku bisnis dan akademisi yang dipilih secara prerogatif oleh kepala daerah. Mereka setiap kwartal harus merepresentasikan kerjanya di hadapan kepala daerah beserta muspida. Lembaga ini jika gagal melaksanakan tugasnya maka ia harus dihentikan serta menjadi kewenangan kepala daerah untuk memilih orang lain.

Tentu saja tupoksi lembaga independen itu tidak sama dengan Dewan Pembina yang ada di BUMN maupun BUMD. Mereka fokus menangani masalah pertumbuhan ekonomi sehingga ruang imajinasi dapat segera berubah menjadi ruang konkret. Jikalau Kota Cirebon may, saya yakin pertumbuhan ekonomi bukan merupakan isapan jempol atau impian semusim semata.

Menjadikan Kota Cirebon sebagai ruang konkret, sekali lagi, butuh kesungguhan pemimpin dalam merealisasikan program kerja yang telah dicanangkan. Kendati begitu program kerja itu pun mesti saling bertautan antarlembaga sehingga tidak menemui kendala manakala dikerjakan di lapangan. Program kerja yang saling sinambung itu justru akan kian match seandainya ada sebuah lembaga independen pertumbuhan ekonomi kota.

Ruang konkret jelas lebih dibutuhkan masyarakat ketimbang ruang imajinasi. Kota yang telah dibangun leluhur dengan darah dan air mata ini seyogianya menyediakan kenyamanan berkegiatan ekonomi masyarakat yang ditopang oleh kesungguhan pemerintah memberikan pelayanan umum yang transparan dan akuntabel. Berangkat dari pemikiran mengenai perlunya sebuah lembaga ekonomi independen, kiranya ruang konkret yang bernama Kota Cirebon itu segera hadir di hadapan masyarakat.

Menjadi pemimpin dengan demikian harus mewujdukan ruang konkrit daerah yang dipimpinnya. Dan itu butuh kesungguhan serta konsep membangun yang proporsional. Tidak dengan menghamburkan anggaran daerah sehingga terjadi inefisiensi dan gagal meningkatkan PAD, atau PAD tidak memenuhi target sesuai yang telah dicanangkan.***

(rr/DK)