staiabogor.ac.id

KURUN masa adalah kategorisasi berdasar peristiwa besar pada suatu komunitas atau suatu bangsa. Dalam sejarah kategorisasi kadang menjadi referensi untuk memudahkan pemahaman kita tentang perjalanan komunitas itu dalam pentas sejarah. Tak pelak ia merupakan metode tersendiri dalam hal pemahaman sejarah. Sebagai bagian dari perjalanan penting itulah, kategorisasi diukur serta ditengarai dengan hitungan berbeda.

Dengan kata lain setiap pencetus kategorisasi kurun masa mempunyai pertimbangan dan pernilaian sendiri. Tidak ada standar baku harus berapa puluh tahun atau berapa ratus tahun kategorisasi itu dibuat. Akan tetapi bekal keilmuan sang pencetus kategorisasi itu tidak diragukan lagi, sehingga analisisnya layak diketengahkan sebagai sajian publik, terutama bagi peminat keilmuan sesuai dengan bidang keilmuan yang digeluti sang pencetus.

Dalam sejarah Islam, Imam Al-Sayuthi atau As-Suyuthi atau Jalaluddin As-Suyuthi yang hidup pada abad ke-15 di Kairo, Mesir –tersebut sebagai cendekiawan muslim ternama dengan 65 kitab yang lahir dari tangannya. Bernama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; beliau (Allahu Yarham) dalam Kitab Jami` ash Shagir menuliskan kategorisasi kurun masa umat Islam dalam waktu 200 tahun. Periodesasi ala As-Suyuthi tersebut dibagi ke dalam 40 tahun.

Menurut beliau 40 tahun pertama periodesasi itu berbasis pada ilmu dan iman yang bersumber pada kebersihan dan kesehatan kalbu. 40 tahun kedua dilandasi oleh kebaikan dan takwa. Ada pun 40 tahun ketiga berlatar kasih saying dan konsolidasi, sementara 40 tahun keempat berangkat dari keterputusan dan permusuhan. 40 tahun kelima periodesasi itu diukur dari keterpurukan dan fitnah kekalahan.

Kitab Jami` ash Shagir adalah kumpulan hadits-hadits pendek yang dirangkum sang ilmuwan tidak sekadar untuk pengetahuan belaka, melainkan menjadi bahan renungan sejarah perjalanan kaum muslim. Kini tahun 2014 Masehi bertepatan dengan tahun 1435 Hijriyah merupakan kategorisasi 40 tahun pertama. 1435 dibagi 200 = tujuh bersisa 35, dan tujuh berada di kategorisasi 40 tahun pertama. Jika ingatan kita kembali kepada 40 tahun pertama sejarah Islam, yang terlintas ialah dakwah Nabi Suci Muhammad saw sepanjang 23 tahun yang diteruskan oleh sahabat-sahabat utamanya. Sepeninggal Rasul mulia, Abubakar Ash-Shidiq tampil memimpin Negara serta menjadi khalifah.

Indonesia 2014

Tulisan pendek ini terinspirasi oleh Kang Sutejo Ibnu Pakar, yang sudah 6 (enam) bulan lebih mengulas Kitab Iqadzul Himam dalam Syarah Al Hikam karya Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ujaybah al- Husayni di pengajian yang diadakan oleh Kaukus Muda Nahdathul Ulama (NU) di sekretariat PC NU Kota Cirebon. Namun ulasan Kang Tejo (panggilan akrab Sutejo Ibnu Pakar) selalu terkait dengan persoalan mutakhir yang tengah menimpa kaum muslim. Termasuk joke Pilpres 2014. 

Kembali ke awal tulisan. Periodesasi 200 tahun kaum muslim yang dibagi ke dalam waktu 40 tahun sebagaimana tersebut di atas, mengingatkan kembali pemahaman dan pengetahuan kita tentang perjalanan sejarah kaum muslim. Basis ilmu dan iman yang bersumber pada kebersihan dan kesehatan kalbu yang ditulis Jalaluddin As-Suyuthi sebagai referensi 40 tahun pertama, terlihat pada keteguhan Nabi Muhammad saw mengajarkan ilmu dan iman kepada masyarakat Makkah al-Mukaramah ketika itu. Dilengkapi dengan kebersihan dan kesehatan qalbu, dakwah yang spektakuler itu berhasil mengubah dunia. Tidak saja jazirah Arabia, cahaya Islam memancar ke berbagai belahan bumi hingga ke Nusantara, hingga kita menganut ajaran ilahi ini dengan takzim.

40 tahun pertama itu pun jika dirujuk dari tahun sepeninggal Rasul Muhammad saw merupakan masa peralihan yang cukup rumit, utamanya dalam pengelolaan pemerintahan yang baru dibentuk. Masalah krusial di Syaqifah bani Syadi`ah serta berbagai hal lain menyoal khilafah antara Ali bin Abi Thalib kw. dan sahabat-sahabat yang ingin lekas memiliki pemimpin Negara --setidaknya menjadi ciri betapa 40 tahun pertama masa perkembangan (sejarah) Islam mesti dibekali dengan prinsip utama berupa kebersihan dan kesehatan kalbu.

Tahun ini peristiwa penting yang menimpa umat Islam Indonesia tak lain adalah Pilpres 2014. Berbagai persoalan yang mengiringinya tak pelak menjadikan semakin bijak menentukan langkah agar ke depan bangsa Indonesia semakin berani berdiri tegak lurus menatap langit. Tidak menjadi bulan-bulanan kaum pemodal yang mengandalkan kekuatan finansial dan ilmunya. Bukankah Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; yang lahir 1445 (849H)  dan wafat 1505 (911H) telah menuliskan bahwa 40 tahun pertama sejarah umat Islam ditengarai oleh basis ilmu dan iman yang bersumber pada kebersihan dan kesehatan qalbu?

Berangkat dari pemikiran Imam As-Suyuthi sebaiknya kita segera melakukan pencarian ilmu untuk memperteguh keimanan. Dengan prinsip kebersihan dan kesehatan kalbu, maka negara yang  dipimpin oleh Presiden Indonesia 2014-2019, mampu menjadikan bangsa dan negara ini memancarkan cahaya ke seantero bumi. Kebersihan dan kesehatan kalbu menjadi penting mengingat masih adanya masalah di balik Pilpres 2014, kendati pasangan Jokowi – JK dinyatakan memenangkan pilpres tahun ini. Dengan bekal kebersihan dan kesehatan kalbu, seluruh masalah yang timbul/ ditimbulkan pada proses pilpres hingga sekarang tidak akan meletupkan kemarahan kolektif.

Marilah sebagai bangsa yang dikenal memegang teguh persatuan dan kesatuan, inilah saatnya kita mengendalikan diri, mengendalikan keilmuan dan keimanan kita dengan bekal kebersihan dan kesehatan kalbu. Referensi yang didapat dari Imam As-Suyuthi dalam kitab Jami` ash-Shagir setidaknya menjadikan kita merenung kembali perjalanan awal sejarah Islam di masa kenabian Muhammad saw. Kunci utama yang tak lain ialah kebersihan dan dan kesehatan kalbu agaknya membuat kita mampu mengedepankan tali persatuan dan kesatuan.

Bangsa dan negara yang telah diperjuangkan founding fathers jangan dirusak oleh kepentingan politik yang tidak member manfaat bagi persatuan dan kesatuan. Dengan basis kebersihan dan kesehatan jiwa, hasil yang diperoleh pada pilpres yang baru lalu mestinya mengajarkan kita untuk tetap menjadi umatan wahidah, umat yang satu dalam bingkai Pancasila.

Tak terhitung jumlah founding fathers dari kalangan kiai yang telah membaktikan diri bagi tegaknya Indonesia. Dan tak sedikit keturunannya kini menempati berbagai pos penting di pemerintahan. Kepada mereka itulah kebersihan dan kesehatan kalbu dialamatkan. Sementara bagi seluruh rakyat di negeri tropis ini, bekal ilmu dan iman dengan landasan kebersihan dan kesehatan jiwa (sebagaimana dikutip Imam As-Suyuthi dari kumpulan hadits-hadits pendek) harus lebih mengendap dan terpancar dalam perilaku keseharian.***

(rr)