Muhammad Sholich Mubarok - BeningPost

 

Reshuffle kabinet merupakan sesuatu yang pasti bagi seorang SBY. Desakan untuk itu kembali mengemuka setelah Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan(UKP4) mengkambinghitamkan bahwa 50 persen menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) 2 kinerjanya memble.
 
Memble? Atau hitung-hitung menetralisir—kalau tidak bisa dikatakan sebagai pengalihan isu-- silang sengkarut dalam tubuh partai yang lebih dikenal masyarakat  kini sebagai partai bunker koruptor?

Politisi Partai Demokrat (PD) lah yang menjadi pangkal menyoal reshuffle setelah adanya pernyataan UKP4 tersebut. Alasannya para menteri memble tidak perlu dipertahankan karena justru akan menjadi beban.
 
Ide yang tidak bagus ini akan menjadi  isu panas, kontroversial dan yang pasti sudah kentara adalah ujungnya tidak jelas.

Parahnya dorongan bongkar pasang kabinet dari PD pun mendapat lampu hijau Istana. Juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha tidak menampik kemungkinan reshuffle bisa terjadi kapan saja. Kapan saja itu seperti yang kita tahu adalah sesuatu yang tak terencana.

Reshuffle memang  hak prerogatif Presiden yang  tidak bisa diganggu gugat . Reshuffle bukan pula hal yang aneh sebab pada pemerintahan periode yang pertama pun, SBY telah melakukannya 2 kali, pada tahun pertama dan tahun kedua meski berkaca pada negara Jepang yang juga melakukan hal yang sama karena melihat ketidakbecusan menteri dalam kinerjanya.
Namun butuh ketegasan dari seorang Yudhoyono untuk menyatakan reshuffle akan terjadi atau tidak sama sekali.

Tapi banyak pihak meragukan SBY akan berani melakukan reshuffle kabinet. SBY akan lebih menjaga pemerintahannya hingga 2014 agar bisa berlangsung lancar. "Tidak akan berani SBY," kata pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit.
 
Kasak-kusuk pergantian menteri-menteri hanya dihembuskan tak lebih sebagai taktik politik SBY. Resistensi melakukan reshuffle atas mitra koalisi akan berimbas pada pemerintahan. Ancaman kehilangan dukungan sangat kuat, apalagi banyak partai koalisi yang mengintai SBY.Untuk mengatur partainya  saja sudah kehilangan dukungan, bisa dilihat  di dalam tubuh Demokrat saja  acak kadut dan berantakan .Jadi dilematis bagi Yudhoyono jika  hendak melakukan reshuffle.
 
Sekali lagi, wacana tentang Reshuffle tak lebih hanya pengalihan isu dimana citra Demokrat  terus tergerus dan rontok akibat  keterlibatan Nazaruddin dalam kasus suap Kemenpora, konflik antar ‘domba-domba’ kader PD dan pidato SBY pada konferensi pers yang kering makna bahkan muncul  guyonan: Ternyata Yudhoyono adalah juru bicara Anas Urbaningrum.
 
Wacana reshuffle bisa-bisa sangat melelahkan, tidak efisien dan tidak produktif. sebaiknya UKP4 menjelaskan dan mengungkapkan kepada publik siapa menteri yang malas itu karena telah menyebut angka 17 menteri atau 50 persen.Para jajaran menteri harus berani berhadapan dengan publik langsung dan tidak bersembunyi di bawah ketiak  presiden. Mereka harus bertanggung jawab dan memberikan penjelasan. Zaman orde baru saja  banyak  yang menghadapi publik itu para menteri, sekarang..anda tahu sendiri jawabannya.

Jika saja ada 17 menteri tidak beres alias memble berarti seluruh pemerintahan tidak beres. Kalau 50 persen menteri gagal ya berarti ada yang salah dengan presiden sebagai pemimpin pemerintahan,begitu kata seorang pengamat politik.
 
Jangan-jangan benar apa yang dikatakan Syafi’i Maarif: Indonesia memiliki seorang Presiden tapi tak memiliki seorang pemimpin!.
Menyedihkan.