www.beningpost.com

PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis industri keuangan digital akan semakin berkembang tahun depan seiring dengan kemampuan pelaku industrinya menutup kerugian ketika daya beli masyarakat diprediksi meningkat sehingga memicu gencarnya pembelian barang. 

Christopher Rusli, Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai emiten-emiten teknologi digital ke depannya akan sangat diuntungkan jika prediksi tren penurunan suku bunga global akan terealisasi pada tahun 2024.

Penurunan suku bunga diyakini akan menggenjot daya beli masyarakat sehingga mendorong kinerja perusahaan-perusahaan tersebut.

“Kami menilai perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan digital berpotensi untuk membukukan EBITDA disesuaikan (adjusted EBITDA) yang positif dalam beberapa tahun ke depan jika tren penurunan suku bunga akan terealisasi pada akhir tahun depan,” ujar Christopher dalam Media Day: December 2023, di Aula Mirae Asset Jakarta hari ini, Kamis (14/12/2023).

Adjusted EBITDA adalah laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) disesuaikan dengan mengecualikan hitungan dari pendapatan yang tidak berkelanjutan (non-recurring), tidak biasa, dan hanya satu waktu. Hitungan adjusted EBITDA lumrah digunakan untuk membandingkan beberapa perusahaan yang bisnisnya beragam tetapi berada di industri yang sama. 

Dia mengatakan ada dua perusahaan teknologi digital yang menjadi perhatian Mirae Asset saat ini, yaitu PT Bukalapak.com Tbk (BUKA, rekomendasi Trading Buy, TP Rp 240) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO, rekomendasi Hold, TP Rp 94, under review). 

BUKA, tutur Christopher, akan diuntungkan dari ekspansi di segmen specialty verticals dan segmen online to offline (O2O) melalui program Mitra Bukalapak ketika kondisi makroekonomi di Indonesia membaik. Dia mengatakan faktor lain yang akan mendukung kinerja BUKA adalah posisi adjusted EBITDA perseroan yang lebih dulu berpotensi berbalik positif dibanding pesaing pada akhir tahun 2023.

Di sisi lain, GOTO dinilai memiliki prospek kinerja yang lebih cerah dibanding sebelumnya setelah pembelian 75% saham PT Tokopedia (Tokped) oleh ByteDance yang mengendalikan TikTok. Dia meyakini kinerja adjusted EBITDA perseroan akan semakin cepat positif dibanding prediksi sebelumnya.

Prospek GOTO itu didukung oleh lima faktor. Pertama, prediksi dikuasainya pangsa pasar gross merchandise value (GMV) e-commerce setelah akuisisi Tokped oleh TikTok sekitar 40%-50% (sebelumnya Shopee 36%, Tokped 35%, dan TikTokShop 5%). Kedua,i keuangan yang lebih fleksibel. Ketiga, keuntungan dari penjualan live (live commerce) karena pengguna TikTok di Indonesia adalah tertinggi kedua di dunia. 

Keempat, potensi cross selling 125 juta pengguna TikTok untuk layanan dan produk lain GOTO. Dan kelima, penurunan beban biaya GOTO karena beban Tokped tidak lagi terkonsolidasi ke kinerja GoTo Gojek Tokopedia.

Meskipun masih merekomendasi HOLD untuk GOTO, dia mengatakan saat ini rekomendasi tersebut masih dalam kajian untuk diubah (under review) seiring dengan berita akuisisi mayoritas saham Tokopedia yang baru dilakukan TikTok. Karena itu, dia mengatakan masih memantau perkembangan dari emiten-emiten keuangan digital dan sektor terkait, termasuk detail resmi akuisisi saham Tokopedia senilai US$ 1,5 miliar tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Robertus Hardy, Head of Research Team Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai sektor teknologi digital akan menjadi salah satu sektor yang prospektif tahun depan, bersama dengan sektor perbankan, telekomunikasi, otomotif, logistik, dan sektor lain yang terkait dengan konsumsi. 

“Untuk tahun depan, kami memprediksi nilai wajar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada kisaran 8.100 pada semester II, setelah pelonggaran kebijakan moneter dan kejelasan hasil pemilu putaran kedua.” 

Potensi penguatan indeks saham utama domestik tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu besarnya potensi pelonggaran kebijakan moneter bank sentral global, sehingga dapat memicu iklim investasi yang positif, baik untuk pasar saham maupun pasar obligasi. Dia juga menilai kondisi itu menjadi peluang untuk memilih strategi investasi yang lebih agresif. 

Menjelang akhir tahun 2023, Robertus memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih memiliki potensi penguatan pasar signifikan akibat aksi mempercantik portofolio oleh investor besar (window dressing) akhir tahun atau biasa disebut Santa Claus Rally terutama pada beberapa saham unggulan (blue chip). Saham-saham unggulan itu dinilai masih memiliki valuasi yang cukup menarik untuk kembali diakumulasi. 

Beberapa dari saham tersebut adalah PT Astra International Tbk (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA). 

ASII memiliki valuasi rasio harga saham per laba (P/E) yang terus turun mendekati level Maret 2020 meskipun valuasi profitabilitas keuntungan ekuitas (ROE) yang meningkat. Harga saham dan valuasi TLKM juga membaik dari sebelumnya yang turun tajam. Saham blue chip lain adalah EXCL, di mana valuasi rasio harga saham per nilai buku (P/BV)-nya sudah turun ke bawah 1x. 

‘’Menurut kami saham EXCL sudah cukup menarik, meskipun profitabilitas ROE tidak setinggi emiten lain di sektornya, tetapi emiten memiliki rencana besar untuk mengkonsolidasikan 750.000 pengguna jasa PT Link Net Tbk (LINK). Transaksi ini masih menunggu persetujuan regulator dan diharapkan selesai pada kuartal I/2024.’’ ujarnya.

Salah satu saham blue chip yang masih lagging dan menarik adalah AKRA di mana rasio P/E perusahaan masih cenderung stagnan, meskipun profitabilitas ROE masih terus mengalami kenaikan. 

Baru-baru ini, perusahaan logistik BBM itu telah menetapkan proyeksi pertumbuhan laba bersih mencapai 12%-15% YoY pada 2024 mendatang yang ditopang oleh permintaan BBM dan kimia dasar dari Kawasan Indonesia Timur, terutama dari industri pemurnian-peleburan hasil tambang dan mineral (smelter). 

Selain itu, perseroan juga optimistis penjualan lahan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik (Jatim) akan mendukung kinerjanya.

(rr/Syam)