Media Indonesia

Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya institusi non militer yang memesan 5.000 senjata ilegal terus menuai kritikan. Kader Partai Demokrat menuding Gatot tengah bermanuver politik. 

"Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun undang-undang. Contohnya, manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo‎," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik dalam siaran persnya, Ahad (24/9). 

Kalaupun isu itu benar, lanjut Rachland, Jenderal Gatot tidak boleh membocorkan data intelijen tersebut. 

"Kesalahan Panglima TNI yang pertama adalah ia tidak sepatutnya membocorkan data intelijen, apalagi yang sensitif, kepada publik. Ia harus lapor presiden," tandas dia. 

Selain itu Rachland juga menilai, Jenderal Gatot seharusnya menyampaikan perkara itu kepada DPR, bukan kepada‎ sesepuh dan purnawirawan TNI dalam acara yang diliput luas awak media, dan dipandang sebagai upaya untuk menghimpun dukungan bagi manuver-manuver politiknya. 

‎"Tetapi yang secara fundamental paling fatal adalah saat Panglima TNI mengancam akan 'menyerbu.' Kenapa?‎" tanyanya. 

‎Menurut dia, sesuai prinsip keterbukaan demokrasi, militer tidak boleh mengambil kebijakan politik. Pasalnya, kebijakan tersebut cuma absah diambil oleh pengelola otoritas negara yang dipilih oleh pemilu demokratik. 

"Panglima TNI tidak dipilih oleh pemilu. Panglima TNI diangkat oleh presiden. Kewajibannya bukan mengambil kebijakan, melainkan menjalankan dan mengelola operasi," terang Nashidik. 

Baginya,‎ salah satu puncak keberhasilan reformasi TNI adalah memindahkan kebijakan pengerahan dan penggunaan kekuatan angkatan perang dari militer ke tangan otoritas politik, sebagaimana Pasal 3 dan Pasal 17 Undang-Undang TNI. 

"Walhasil, Undang-Undang TNI yang kini berlaku menegaskan kedudukan TNI berada di bawah Presiden (Pasal 3) dan pengerahan kekuatan TNI adalah kewenangan Presiden (Pasal 17)," jelas dia. 

Jenderal Gatot, lanjut Nashidik, dianggap melampaui kewenangan dan melanggar undang-undang saat menyebut akan menyerbu pihak yang memiliki senjata melebihi kekuatan militer. 

"Politik TNI harus selamanya politik negara, bukan politik Panglima TNI. Bagi kelangsungan demokrasi, kita semua cukup waras untuk memahami pemesanan 5.000 senjata serbu oleh badan intelejen. Bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya," pungkasnya.

(rr/TS)