Ilustrasi | www.beningpost.com

Distribusi logistik Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017 menjadi perhatian serius Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta. Khususnya untuk daerah terluar di Kabupaten Kepulauan Seribu.

Meski jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kepulauan Seribu tercatat hanya 17.415. Namun pelaksnaaan pilgub di kawasan yang berbatasan dengan Provinsi Banten ini harus dipastikan berlangsung Luber, Jurdil, aman dan lancar.

"Setidaknya ada tiga bentuk kerawanan di kawasan yang kaya dengan sumber alam ini. Yakni distribusi logistik, perlindungan hak pilih, dan politik uang," ujar Pimpinan Bawaslu DKI Jakarta Achmad Fachrudin, Selasa (24/1).

Potensi kerawanan itu, sambung Fachrudin, juga telah disampaikannya saat ia melantik Panwas Tempat Pemungutan Suara (TPS), Senin lalu.

"Agar logistik sampai ke pulau-pulau tersebut, jika menggunakan kapal cepat (speed boat) memerlukan waktu sekitar 3 jam. Sementara jika menggunakan kapal tradisional memerlukan waktu sekitar 6 jam. Hal ini sangat tergantung cuaca. Masalahnya jika terjadi hujan lebat dan cuaca tak bersahabat, distribusi logistik akan terganggu dan bisa sampai tidak tepat waktu," jelas Fachrudin seperti dilansir JPNN.

Ia berharap, KPU DKI khususnya KPU Kepulauan Seribu untuk lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan cuaca dan waktu saat merencanakan dan melakukan distribusi logistik.

"Masalah lain adalah terkait perlindungan hak pilih para saksi, petugas KPPS dan Pengawas TPS yang akan bertugas di kawasan pertambangan CNOCC. Dengan jumlah surat suara tambahan hanya sebanyak tiga lembar, dikhawatirkan surat suara untuk para saksi, petugas KPPS dan PTPS tidak mencukupi. Dan jika itu terjadi tentu tidak mudah meminta ke Jakarta tambahan surat suara," jelas Fachrudin.

Untuk mengatasinya, perlu dipikirkan penggunaan prosedur menggunakan form A-5 (pindah memilih). Jika prosedur yang dipilih, tentu KPU Kepulauan Seribu harus jauh-jauh hari mempersiapkannya.

Sementara potensi kerawanan di Pulau Payung terkait dengan politik uang. Berbekal pengalaman pada Pilpres 2014. Kala itu seluruh perolehan suara yang masuk dalam DPT diborong oleh satu pasangan calon presiden tertentu.

"Hal ini saja bisa terjadi jika memang aspirasi nyata rakyat menghendaki demikian. Tapi bisa juga tidak logis dan mengandung potensi politik uang," jelas dia.

Karena itu, Fachrudin mengatakan, pihaknya telah meminta jajaran Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan Pengawas TPS untuk mengawasi secara lebih cermat potensi politik uang di kawasan ini pada Pilkada DKI 2017.

(rr/HY)