www.portalkbr.com

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, mempertanyakan motif dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, yang dinilainya terburu-buru menetapkan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, tanggal 22 Juli 2014 yang lalu.

Hal tersebut dipertanyakan Said, lantaran dalam sidang gugatan sengketa perselisihan hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Selasa (12/8) kemarin, majelis hakim MK sangat ingin mengetahui alasan KPU RI tentang penetapan tersebut.

"Sangat menarik. Saya perhatikan hakim konstitusi sangat ingin tahu alasan KPU yang menetapkan hasil Pilpres lebih awal dari jadwal yang ditentukan di dalam UU (Undang-Undang) Pilpres," kata Said di dalam siaran persnya yang diterima oleh wartawan di Jakarta, Rabu (13/8).

Said berpendapat, bahwa hal tersebut memang pantas dipertanyakan. Sebab katanya, disaat berlangsungnya rapat pleno rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara tingkat nasional di KPU, masih terdapat sejumlah keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon.

"Hasil Pilpres ditetapkan oleh KPU RI pada tanggal 22 Juli 2014. Padahal dalam Pasal 158 UU Pilpres, KPU masih dimungkinkan untuk menetapkan hasil Pilpres sampai dengan 30 hari setelah hari pemungutan suara atau tanggal 9 Agustus 2014," kata dia menyesalkan.

Terburu-burunya KPU dalam menetapkan hasil Pilpres 2014 disaat masih terdapat keberatan dari saksi pasangan calon itu, tutur Said, kelihatannya menggelitik para hakim konstitusi untuk menggalinya lebih dalam. Karena katanya, sepertinya ada motif terselubung dibalik semua itu.

"Bagi saya hal ini memang agak unik ya. KPU yang kita kenal selama ini memiliki reputasi sering molor dalam melakukan tahapan Pemilu, tiba-tiba begitu ketat mengatur waktu dengan mempercepat waktu penetapan sepuluh hari lebih awal dari ketentuan UU Pilpres," katanya.

Said pun menilai, sebenarnya perubahan berubahnya perilaku KPU RI itu sepintas memang terlihat baik. Tetapi, tutur Said, jika dilihat lagi substansinya justru terasa sebaliknya. "Sebab, disaat waktu begitu longgar, tapi masih ada persoalan, lalu kenapa KPU terburu-buru," kata dia.

Padahal, sesal Said, bukankah salah satu fungsi rapat pleno rekapitulasi tingkat nasional itu adalah untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh saksi pasangan calon. Dan dalam UU pun juga masih memberi ruang lebar menentukan batas akhir penetapan hasil Pilpres 2014.

"Kalau KPU beralasan tanggal 22 Juli 2014 adalah deadline di dalam Peraturan KPU tentang jadwal tahapan, pertanyaannya mana yang lebih tinggi kedudukannya antara Peraturan KPU dengan UU Pilpres? Tentu lebih tinggi UU. Selama ini kan KPU terbiasa mengubah jadwal," katanya.

Publik, tutur Said, tentunya masih ingat tentang  sejumlah jadwal tahapan Pemilu yang molor atau sering dimundurkan waktunya oleh KPU. Contohnya adalah pemunduran jadwal pengumuman hasil verifikasi administrasi parpol peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.

"Awalnya, menurut PKPU 11/2012, jadwal pengumuman hasil verifikasi administrasi parpol adalah tanggal 22 Oktober 2012. Tetapi ternyata dimundurkan ke tanggal 25 Oktober. Lalu ternyata dimundurkan kembali oleh KPU ke tanggal 28 Oktober 2012 dengan mengubah PKPU," kata dia.

(rr/sklnws)