Kompas.com

Ketika parpol-parpol peserta pemilu legislatif 9 April--termasuk PDIP-- sibuk membangun koalisi untuk memajukan capres dan cawapres dalam pemilu presiden, Jokowi sudah menyiapkan rencana yang lebih ambisius: mengincar jabatan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB).

Ini bukan tanpa alasan. Periode kedua kepemimpinan Sekjen PBB saat ini Ban Ki Moon akan selesai pada 31 Desember 2016. Selain itu, setelah 10 tahun dipimpin oleh sekjen dari negara maju, pada 2017 kepemimpinan PBB harus kembali ke tangan wakil negara berkembang yang sebelumnya dipegang oleh Kofi Annan dari Ghana.

Artinya jika Jokowi terpilih dalam pilpres tahun ini, memasuki tahun ketiga masa jabatannya sebagai presiden RI, Jokowi akan menyerahkan kursi kepemimpinan Indonesia kepada wapres terpilih (yang saat ini cawapresnya belum ditentukan) untuk ikut bersaing dalam pemilihan sekjen PBB periode 2017 – 2022.

Tetapi Jokowi memastikan, ketika lengser di tengah jalan, dia sudah menyiapkan cetak biru pembangunan Indonesia yang sangat hebat dan komprehensif, mengacu pada cetak biru pembangunan Jakarta.

Prioritas utama tentunya adalah menyelesaikan masalah banjir di seluruh tanah air, sehingga tidak ada lagi kasus jalan rusak di jalur mudik lebaran Pantura, misalnya. SOP penyelesaian masalah kemacetan lalu-lintas mulai yang melanda kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, Medan, Bandung dll. juga sudah tertulis dalam cetak biru yang nantinya akan dieksekusi oleh wapres yang akan menggantikannya.

Jokowi juga memastikan, berbekal keberhasilannya sukses ‘menaklukan’ Jakarta dalam waktu kurang dari dua tahun saja, kaum wanita dan orang tua di seluruh Indonesia tidak perlu merasa khawatir. Tidak akan lagi kasus pelecehan di angkutan umum ataupun pembunuhan sadis yang sebagian besar korbannya kaum wanita. Tidak akan ada anak-anak yang menjadi korban pelecehan di sekolah atau melakukan tawuran di jalan-jalan.

Perjalanan Jokowi menjadi Sekjen PBB nampaknya tidak akan mendapat kendala yang berarti bagi Jokowi yang sangat dekat dengan para tokoh dunia, baik dari negara maju maupun negara berkembang. Banyak orang masih ingat bagaimana Perdana Menteri Belanda Mark Rutte terkena ‘Jokowi effect’ sehingga minta izin kepada Presiden SBY untuk blusukan ke Waduk Pluit bersama Jokowi beberapa waktu lalu.

Yang paling baru tentunya mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang belum lama ini datang secara khusus ke Indonesia untuk memberi dukungan bagi pencapresan Jokowi pada Juli mendatang. Dukungan Mahathir mungkin bisa diinterpretasikan bahwa Malaysia--yang kerap membuat masalah dengan Indonesia dan banyak rakyatnya menyebut warga negara Indonesia dengan sebutan ‘Indon’ yang memiliki konotasi menghina—berada di belakang Jokowi.

Jika Jokowi terpilih menjadi Sekjen PBB, seluruh rakyat Indonesia pasti akan bangga. Selain Bung Karno, hampir tidak ada tokoh nasional yang sangat berkibar di kancah internasional, apalagi PBB.

Bahkan prestasi Jokowi menjadi tokoh internasional jauh lebih spektakuler dari Bung Karno. Perlu waktu 55 tahun bagi Bung Karno untuk tercatat sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok. Itupun setelah Bung Karno merasakan pahitnya keluar masuk penjara di masa penjajahan Belanda atau menghadapi upaya pembunuhan, baik pada masa penjajahan maupun setelah merdeka.

Hanya perlu waktu 7 tahun bagi Jokowi untuk ‘naik kelas’ dari Walikota Surakarta menjadi tokoh tingkat provinsi yakni menjadi Gubernur DKI. Demi memikul tugas mulia membantu warga Jakarta mengatasi berbagai persoalan seperti kemacetan, banjir, kaki lima, kejahatan, dll. Jokowi menyerahkan kursi kepemimpinan Kota Surakarta kepada wakilnya Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo yang memang sejak kecil dikenal sangat dekat dengan kalangan wong cilik.

Terdorong untuk memikul tanggung jawab lebih besar yakni membenahi Indonesia, Jokowi bersiap menyerahkan kepemimpinan Jakarta kepada Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama, pada tahun kedua jabatannya sebagai Gubernur DKI.

Optimis akan sukses menjadi orang nomor satu di RI, Jokowi  kini bersiap untuk meraih jabatan yang lebih tinggi lagi ketika masa jabatan sebagai presiden RI memasuki tahun ketiga.

Apa saja program unggulan Jokowi dalam debat calon Sekjen PBB? Tidak banyak informasi yang bocor dari Tim JKW4UN (Jokowi for United Nations). Tapi mereka memberi clue bahwa blusukan akan menjadi program unggulan yang pasti tidak dimiliki oleh calon Sekjen PBB dari negara-negara lain.

Tim JKW4UN yakin, blusukan Jokowi ke reaktor-reaktor nuklir yang dicurigai akan mengakhiri ancaman perang Iran dengan Israel yang didukung AS. Blusukan Jokowi ke Korea Utara menjumpai Presiden Kim Jong Un diharapkan tidak saja akan mencairkan ketegangan antara dua Korea, melainkan memuluskan jalan untuk penyatuan kembali Korea Utara dan Korea Selatan. Blusukan Jokowi ke Ukraina dan Rusia diperkirakan akan mendorong Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menarik tentaranya dari Crimea dan dengan sukarela mengembalikan wilayan itu ke pangkuan Ukraina.

Jadi rakyat Indonesia kini memiliki pilihan yang lebih jelas di Pemilu bulan Juli nanti: memilih Jokowi menjadi RI 1 berarti mendukungnya untuk menjadi pemimpin di tingkat dunia!

(rr)