Ilustrasi/ www.harianjogja.com

HARI Rabu tanggal 9 April 2014 tinggal menghitung hari. Calon anggota legislatif (caleg) tinggal menghitung berapa kemungkinan perolehan suara paling fix atas “perjuangannya” sejak namanya tercantum di Daftar Calon Tetap (DCT). Caleg tinggal mengkalkulasi jumlah pengeluaran (yang kerap dinamakan cost polityc, meski pun susah dibedakan dengan money polityc) lantas menghitung peluang pengembaliannya bila terpilih.

Mingu ini merupakan minggu yang harap-harap cemas bagi sejumlah caleg. Bukan hanya besarnya biaya politik yang telah dikeluarkan, melainkan juga mengkalkulasi mimpi duduk di parlemen yang dituju. Keadaan harap-harap cemas ini tak urung membuat caleg seketika teridap insomnia. Tiap saat ponselnya selalu aktif dan menerima semua panggilan masuk. Tidak seperti biasanya yang selektif menerima panggilan masuk atau membalas sms.

Perubahan perilaku ini seiring harapannya memperoleh suara politik yang signifikan pada 9 April. Ia menjadi peduli lantaran butuh input dan atau laporan tim suksesnya di lapangan. Ia interest menanggapi laporan langsung yang relevan dengan kisah blusukannya kepada konstituen. Artinya setiap detil apa pun menyangkut kans untuk menjadi anggota legislatif sangat antusias ditanggapi.

Sepertinya waktu berdetak begitu lambat. Ia ingin segera menemui hari Rabu tanggal 9 April 2014 untuk membuktikan, apakah ia layak atau tertolak menjadi anggota dewan perwakilan rakyat yang terhormat. Anak, istri, saudara kandung, keluarga besar, tetangga, kerabat jauh –seketika menjadi penting demi mendulang suara politik. Sanak yang jauh pun dihubungi secara personal untuk memperoleh dukungan moril dan (bila mungkin) materil untuk sukses 9 April.

Singkatnya, ia menjadi murah senyum, senang menyapa siapa pun, dan peduli pada fenomena yang terjadi di sekitarnya. Kemampuan minim terutama karena pendidikan yang rendah juga seringkali berhubungan dengan masalah pola pikir yang sumbernya mistik. Itu sebabnya banyak caleg yang punya konsultan spiritual semisal paranormal untuk membantu mencari jalan keluar seputar masalah yang dihadapi. Caleg seperti ini adalah caleg yang  hidup di dua alam pikir yang sangat berbeda, dia hidup di alam ontologis yang mengandalkan kemampuan berpikir dan logika ilmu pengetahuan, dan dia juga hidup bahkan mengambil keputusan pada alam mistik yang penuh dengan kekuatan-kekuatan gaib. Perbedan perilaku caleg juga disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda. Ada caleg yang ingin jadi wakil rakyat karena butuh penghargaan, ada yang butuh uang, ada yang butuh prestasi dan karier politik, dan tidak sedikit di antara mereka yang hanya ikuit-ikutan, mumpung ada peluang. 

Sekadar untuk memperpanjang biodata bahwa ia pernah menjadi caleg sebuah partai politik. Adakah keuntungan yang diperoleh masyarakat melihat perubahan perilaku caleg pra pemilu digelar? Mungkin ada, mungkin juga tidak. Ada misalnya ketika sang caleg membagikan sesuatu secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Misalnya ketika pertemuan warga/ pemilih, ia mengeluarkan sejumlah uang yang telah dipersiapkan sebelumnya di dalam sebuah amplop. Atau manakala ia mengumpulkan warga di markasnya lantas membagikan pakaian, jam dinding, magic com atau handy craft lain yang dianggap selaras dengan kampanye dan pencitraan dirinya.

Namun demikian bisa saja masyarakat tidak memperoleh keuntungan apa pun dari caleg yang datang menemui. Caleg yang hanya bicara mengobral janji, caleg yang tanpa persiapan materi tetapi ngotot maju mencalonkan diri melalui partai politik yang ia sambangi. Di Kota Cirebon, caleg demikian dinamakan (mohon maaf) caleg SKTM alias surat keterangan tanda miskin. Artinya rekam jejak sang caleg sebelum ini dikenal agak buruk. Ia tidak mempunyai pekerjaan yang jelas dan sekadar memanfaatkan kedekatan dengan sejumlah pejabat bagi penghidupannya. Pemberian sesuatu oleh caleg akhirnya bisa menjadi bumerang yang berakibat cukup fatal.

Hal ini terjadi ketika tingkat kecerdasan pemilih terus naik seiring perkembangan dan kemajuan. Sementara di sisi lain masih banyak caleg yang maju ke panggung politik hanya dilandasi alasan hendak mengubah nasib dirinya. Bukan nasib masyarakat dan bangsa.

Ragam Perilaku

 

Perilaku caleg berbeda juga karena cara berpikir tentang masa depan yang berbeda. Caleg yang memang merasa bahwa melalui profesi sebagai wakil rakyat akan mendatangkan masa depan yang baik, tentu saja berbeda dengan caleg yang merasa tidak punya mimpi indah di kemudian hari. Itu sebabnya banyak caleg yang mengundurkan diri sebagai pegawai negeri karena di legislatif merasa punya masa depan yang lebih baik. Banyak pengusaha yang habis-habisan menjual potensi dirinya hanya untuk meraih suara sebanyak-banyaknya.

Bagi caleg yang kebetulan saja mendapatkan peluang untuk menjadi anggota legislatif tanpa visi dan misi yang jelas, biasanya melakukan gerakan-gerakan seadanya, setengah hati, bahkan sulit mempromosikan diri tanpa diapit gambar dan fotonya dengan orang-orang ternama, katakan oleh ketua partainya yang memang sudah populer. Perilaku caleg yang digambarkan di atas tentu saja masih sedikit bila dibanding dengan begitu banyak perilaku-perilaku caleg yang ada di masyarakat, kita berharap mudah-mudahan perilaku mereka akhirnya mengarah kepada upaya untuk menciptakan legislatif yang berkualitas, menghuni rumah rakyat yang sarat dengan kearifan dan kebajikan, bukan rumah rakyat yang sarat dengan korupsi yang menyengsarakan rakyat.

Caleg yang maju ke pentas politik karena kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan gengsi yang tinggi tentu akan sangat berbeda dengan mereka yang hanya berniat  untuk memperoleh uang. Itu sebabnya ketika di parlemen banyak anggota legislatif yang betul-betul menjalankan tugas legislasinya dengan baik, tetapi tidak sedikit di antara mereka yang terkena skandal keuangan yang memalukan karena mereka masuk ke parlemen karena mencari uang. Betapa banyak anggota legislatif saat ini akhirnya mendekam dalam penjara karena diduga bahkan telah divonis tersandung masalah korupsi, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara berjamaah. Rabu 9 April 2014 yang tinggal hitungan hari itu adalah Rabu yang menggetarkan. Rabu yang serba mungkin. Mungkin Indonesia menjadi lebih baik. Atau sebaliknya, mungkin menjadi lebih buruk. ***

(rr)