politik.news.viva.co.id

Pengacara Anas Urbaningrum, Handika Honggo Wongso menyebutkan, jika data audit independen yang diklaim bisa diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka memiliki hubungan dengan almarhum mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Zainal Abidin.

Dimana, pada masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2009 yang lalu, tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono saat itu sempat diperkarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Sebab, melalui perusahaannya PT Shohibul Barokah, Zainal sebagai menyumbang dana kampanye sebesar Rp9,5 miliar.

Sedangkan, dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 96 menyebut dana kampanye yang berasal dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp1 miliar dan yang berasal dari kelompok perusahaan atau badan usaha nonpemerintah tidak boleh melebihi Rp5 miliar.
 
“Akibat kejadian itulah, pak Bendum dapat tekanan dari berbagai pihak. Sehingga, menurut keluarganya saat hal itu mencuat, beliau tertekan dan mendapat serangan jantung,” ujar Hadika saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Jumat (21/3).

Handika menambahkan, bisa saja nama Zainal dan perusahaannya itu merupakan pihak yang dianggap bukanlah sebagai pihak yang menjadi penyumbang sesungguhnya. “Namun, hal itu kan harus dibuktikan,” ungkapnya.

Untuk itulah, Handika berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan penelusuran atas data awal yang diberikan pihaknya. “Juga sebagai tantangan KPK,” cetusnya.

Seperti diketahui, Zainal meninggal dunia pada hari Senin 8 Juni 2009 di di RS Husada, Jakarta, akibat serangan jantung.

Selain menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat periode 2005-2009, pria kelahiran Pandeglang pada 13 Oktober 1954 ini juga merangkap posisi sebagai  Bendahara Tim Sukses Nasional SBY-Boediono. 

Selain itu, Zainal yang juga Presiden Direktur PT Shohibul Barokah yang ikut menggelontorkan dana untuk kampanye SBY-Boediono sebesar Rp9,5 miliar. Rinciannya terdiri dari PT Shohibul Barokah Rp5 miliar, PT Anugerah Selat Karimun Rp2,5 miliar, sedang PT Shohibul Inspeksindo Internasional (Sospek) Rp2 miliar.

Sumbangan sebesar Rp9,5 miliar yang dipermasalahkan Bawaslu karena bertentangan dengan undang-undang Pilpres.

Lalu, pada Kamis 4 Juni 2009, Zainal sempat marah-marah saat berhembus informasi bahwa uang tersebut adalah uang siluman. Karena, perusahaan miliknya disebut hanya perusahaan kecil namun mampu menyumbangkan dana besar.

Pergunjingan ini membuat Zainal naik darah, dia pun angkat bicara dan membeberkan sumber keuangannya. Bahkan Zainal mengancam akan memperkarakan pihak-pihak yang telah mencemarkan nama baik PT Shohibul Barokah. 

Ia juga akan mengajukan tuntutan perdata jika ada pemberitaan yang mengandung unsur fitnah dan merusak kredibilitasnya. Niat Zainal menuntut pihak yang memfitnahnya pun pudar.

Hanya berselang empat hari dari ancamannya itu, Zainal Abidin diberitakan terkena serangan jantung dan meninggal dunia pada hari Senin 8 Juni 2009. Pasca meninggalnya Zainal, kabar burung soal ‘dana siluman’ lambat laun mereda dan tak terdengar lagi.

(rr/sklnws)