www.beningpost.com

Sampah kemasan plastik sekali pakai mengancam ekosistem dan mengganggu upaya pengendalian perubahan iklim. Inovasi dari sektor swasta untuk pengendalian sampah plastik sekali pakai sangat diharapkan karena regulasi yang ada butuh waktu untuk merespons perkembangan.

Asisten Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti menjelaskan, sampah plastik melaju jauh dari darat hingga ke lautan. Bahkan 80% dari sampah plastik di lautan berasal dari daratan.

“Sampah plastik itu bukan hanya mengancam ekosistem, tapi juga mengancam kesehatan manusia,” kata dia saat menjadi pembicara pada salah satu sesi diskusi panel Paviliun Indonesia di konferensi perubahan iklim COP25 UNFCCC di Madrid, Spanyol, Jumat (6/12/2019).

Turut hadir sebagai pembicara pada sesi tersebut Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Noer Adi Wardojo, Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas Elim Sritaba, dan Chairman of Indonesia Sustainable Development Solutions Network Profesor Jatna Supriatna.

Nani menuturkan, inovasi pihak swasta sangat diharapkan untuk membantu pengendalian sampah laut. Beberapa yang sudah dilaksanakan di antaranya adalah penggunaan sampah plastik untuk aspal.

“Inovasi juga diharapkan untuk menghasilkan kemasan yang mudah terurai secara alami yang dapat mengurangi 10% dari penggunaan plastik biasa,” katanya.

Noer Adi Wardojo menjelaskan,  resolusi yang dihasilkan pada sidang PBB untuk lingkungan (UNEA) di Nairobi, Kenya, Maret 2019 lalu, antara lain adalah tentang memajukan konsumsi dan produksi berkelanjutan, pengendalian sampah plastik di lautan dan mikroplastik, serta penggunaan plastik sekali pakai.

Resolusi tersebut mendorong disediakannya pilihan bagi publik untuk menghindari penggunaan plastik sekali pakai serta memajukan edukasi kepada masyarakat. “Gelas kertas tanpa lapisan plastik atau kemasan yang terbuat dari singkong sudah bisa disediakan sehingga konsumen memiliki pilihan,” tutur Noer Adi.

Noer Adi menambahkan, inovasi yang dilakukan oleh sektor swasta sangat membantu untuk mengendalikan sampah plastik sekali pakai. Pasalnya, di banyak negara lain, kebijakan yang diterapkan kerap terlambat merespons situasi di lapangan karena keterbatasan pilihan untuk berubah.

Sementara itu Elim Sritaba menuturkan APP Sinar Mas telah mengembangkan inovasi kertas kemasan yang terbuat dari bahan daur ulang dan 100% terurai alami yakni FoopakBioNatura.

Dia menjelaskan, salah satu tantangan dalam pengembangan FoopakBioNatura adalah menghilangkan lapisan plastik, yang pada umumnya terdapat di kemasan kertas lain yang biasanya digunakan untuk mencegah serapan air, minyak, dan suhu ekstrem.

“Berkat kerja keras tim kami yang mendedikasikan diri untuk melakukan riset selama lima tahun terakhir, kami berhasil mengganti lapisan plastik dengan lapisan berbasis air yang disegel dengan cara dipanaskan,” lanjutnya.

Elim menuturkan FoopakBioNatura juga diproduksi secara terbarukan dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikelola secara bertanggung jawab. Kertas kemasan ini dapat 100% terurai dalam 12 minggu bahkan jika hanya dibiarkan di tempat pembuangan akhir (TPA). Kemasan ini juga dapat didaur ulang 100% jika bersih dari limbah makanan.

Profesor Jatna Supriatna menegaskan pentingnya kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan konsumen untuk mengatasi maraknya sampah plastik dan dampaknya pada perubahan iklim.

Pemerintah memberikan regulasi dan sosialisasi, sementara perusahaan dan konsumen terus bahu-membahu untuk mengurangi penggunaan plastik.

“Saya harap, inovasi untuk mewujudkan transformasi ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular, seperti yang dilakukan oleh APP Sinar Mas melalui FoopakBioNatura, juga dapat diikuti oleh para pemangku kepentingan lainnya,” kata Jatna.

(rr/Syam)