www.beningpost.com

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengadakan pertemuan antara perwakilan dari industri pengolahan kayu Indonesia, pengusaha hutan, perusahaan perdagangan internasional dan kementerian.

Pertemuan tersebut membahas kerjasama untuk meningkatkan akses pasar dan kegiatan promosi ekspor produk kayu bersertifikasi Indonesia, dimana saat ini Indonesia telah mengalami peningkatan volume produk kayu yang lestari. 

Acara ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dari badan-badan sektoral (APHI), berbagai sektor kementerian (Kementerian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), organisasi pendukung (Forest Stewardship Council®, the Borneo Initiative, WWF, TFF), para pengusaha industri kehutanan, serta perwakilan dari pengolahan kayu industri dan pembeli internasional.

Sebagai perwujudan komitmen untuk menghentikan kehilangan dan degradasi hutan, APHI meminta anggotanya untuk menerapkan praktik pengelolaan terbaik dengan menyiapkan sertifikasi FSC®, skema sertifikasi hutan yang diakui secara internasional dengan mekanisme berbasis pasar untuk mempromosikan pengelolaan hutan lestari. 

Dengan dukungan dari organisasi mitra seperti The Borneo Initiative, FSC®, WWF, TFF, TNC, dan WanaAksara Institute, terdapat 25 unit konsesi hutan alam Indonesia dengan luas cakupan 2,7 juta hektar are dari target 3,1 juta hektar are yang sudah memiliki sertifikasi FSC sejak 2010.

Saat ini, sebanyak 20 persen dari 14 juta ha konsesi alam aktif di Indonesia telah disertifikasi oleh FSC. Pertumbuhan ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat di kawasan tropis dalam sertifikasi FSC. 

Hal ini juga merupakan dorongan utama untuk program sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari Pemerintah Indonesia, karena perusahaan bersertifikat FSC lebih siap untuk memenuhi persyaratan SVLK juga.

"Hari ini, kami merayakan pencapaian sertifikat FSC ke-25 kami di Indonesia, yang menghasilkan 2,7 juta ha di bawah pengelolaan hutan lestari," kata Jesse Kuijper, anggota dewan The Borneo Initiative.

Sektor kehutanan di Indonesia mengalami transformasi yang signifikan, dengan penerapan standar tertinggi dalam pengelolaan hutan lestari. Ini merupakan kontribusi besar bagi target Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan pengembangan ekonomi hijau.

“Melalui acara ini, kami ingin meningkatkan kesadaran di antara pembeli kayu internasional yang semakin banyak mencari produk bebas deforestasi yang diproduksi secara lestari," ujar Kuijper.

Wim Ellenbroek, Direktur Program The Borneo Initiative menambahkan, peningkatan profil hijau sektor kehutanan Indonesia di pasar internasional perlu dilakukan secara kolektif. Sama halnya dengan kemitraan kami dengan organisasi lain dalam sertifikasi hutan.

“Kami juga perlu bergabung sebagai organisasi dalam platform bersama untuk mempromosikan ekspor industri kayu bersertifikasi ini,” jelas Ellenbroek.

"Hutan produksi kita menghasilkan kayu yang legal dan berkualitas tinggi setiap tahun," jelas Iman Santosa, Vice Chairman APHI.

Dengan kemajuan dalam pengelolaan hutan lestari dan sertifikasi hutan, hutan produksi ini dapat menjadi tulang punggung kebijakan ekonomi hijau di tingkat propinsi. Produk hutan bersertifikat dan kegiatan sertifikasi PHL sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperbaiki dan memperkuat akses dan ekspor ke pasar luar negeri.

Menurut Iman, meskipun kami memandang masih adanya kebutuhan untuk memperbaiki konteks operasional dalam hal pajak, peraturan ekspor dan fasilitas infrastruktur, kami juga sedang melakukan proses untuk meningkatkan upaya promosi pasar dan akses pasar melalui kerja sama antara APHI dan PNORS di Indonesia untuk mengembangkan Sistem Pertukaran Karbon di Indonesia. 

“Kami melihat negara lain lebih aktif mempromosikan industri kehutanan mereka. Kami menyambut baik inisiatif acara ini sebagai upaya kerjasama untuk mempromosikan ekspor produk kayu Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.

(rr/Syam)