Pengungsi Suriah/www.abc.net.au

Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi, Antonio Guterres, mengatakan bahwa orang-orang yang melarikan diri dari kekerasan dan perang tidak harus dijauhi di tengah meningkatnya ketakutan terhadap terorisme setelah serangan maut di Paris.

"Pengungsi adalah korban teroris. Sangat penting membedakan antara pengungsi dan teroris," kata dia dalam konferensi pers di ibu kota Jepang.

Serangan Paris, kata Guterres, bukan disebabkan pergerakan pengungsi melainkan dilakukan oleh warga lokal.

Eropa berjuang berbulan-bulan untuk mengatasi krisis pendatang terbesar sejak Perang Dunia II, namun masalah keamanan meningkat sejak anggota kelompok bersenjata ISIS membunuh 130 orang di Paris pada 13 November, yang merupakan serangan terburuk di tanah Prancis.

Serangan tersebut telah memicu kekhawatiran di Eropa dan Amerika Utara bahwa para milisi mungkin mencoba berbaur dengan pengungsi agar bisa masuk ke Eropa atau Amerika dan melancarkan serangan.

Perdana Menteri Prancis Manuel Valls pada Selasa mendesak Uni Eropa untuk membatasi jumlah pendatang yang masuk ke kelompok negara-negara tersebut.

Minggu lalu, Valls mengatakan beberapa tersangka dalam serangan Paris memanfaatkan krisis pendatang yang dihadapi Eropa untuk menyelinap.

Guterres mengatakan kacaunya pergerakan pengungsi di Balkan telah menimbulkan rasa tidak aman di antara negara Eropa.

Ia menekankan bahwa penting bagi Eropa untuk melembagakan lebih banyak penerimaan pendatang terorganisir serta penyaringan di titik-titik masuk untuk menangani krisis.

"Kemudian mengatur distribusi di antara seluruh negara Eropa dengan cara yang tidak menciptakan ketidakseimbangan, seperti yang kita hadapi saat ini, saat beberapa negara seperti Jerman dan Swedia menanggung jumlah pengungsi terbanyak," kata Guterres.

Sebanyak 60 juta orang di seluruh dunia terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka karena perang dan penganiayaan. Jumlah tersebut melebihi 50 juta orang yang mengungsi selama Perang Dunia II, menurut UNHCR.

Guterres mengunjungi Jepang menjelang akhir jabatannya. Diplomat Italia Filippo Grandi telah ditunjuk sebagai penerus Guterres dan akan mulai menjabat pada 1 Januari 2016.

Guterres tampil dalam konferensi pers bersama dengan Fast Retailing, sebuah perusahaan Jepang yang menjalankan bisnis busana kasual Uniqlo.

Fast Retailing mengumumkan akan memberikan bantuan senilai 10 juta dolar kepada badan pengungsi PBB selama tiga tahun, terhitung mulai 2016, dan berencana membagikan pakaian dalam musim dingin kepada para pengungsi serta orang-orang telantar di negara-negara Balkan dan Afghanistan.

(rr/Ant)