plus.google.com

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak sesuai syariah atau haram. Fatwa itu berdasarkan hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015.

Sedikitnya ada empat alasan MUI mengharamkan BPJS Kesehatan seperti yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok.

Pertama, ketidakjelasan status iuran atau premi BPJS. "Kedudukan akadnya atau iuran itu apa? Apa bahasa hukumnya? Apakah termasuk hibah?," kata Jaih saat dihubungi, Rabu (29/7).

Sebab, terang Jaih, dalam prinsip syariah harus diatur bagaimana status, kejelasan bentuk, dan jumlah akad atau iuran. Jika tidak, maka BPJS telah melakukan gharar atau penipuan.

Kedua, lanjutnya, iuran yang disetorkan para peserta tak jelas kedudukannya. "Setelah disetorkan, apakah itu milik negara, BPJS, atau peserta?," tanyanya.

Menurut Jaih, dalam prinsip asuransi syariah (untuk menggambarkan kondisi iuran BPJS) iuran adalah hibah kelompok peserta asuransi. Maka, perusahaan asuransi atau BPJS seharusnya berlaku sebagai wakil kolektif. Ketika risiko terjadi, maka perwakilan akan menjadi perpanjangan tangan dari peserta kolektif ke individu.

Ketiga, MUI mempertanyakan investasi iuran peserta yang dikelola BPJS. Lembaga fatwa itu khawatir BPJS mengelola iuran tersebut dengan deposito, saham, dan cara lain di bank non syariah.

"Ke sektor yang halal tidak? Potensi riba bisa terjadi kalau ternyata didepositokan ke bank yang memberi bunga," bebernya.

Terakhir, adanya sistem bunga. Peserta yang telat membayar iuran BPJS Kesehatan dikenakan denda atau bunga sebesar 2 persen, dan itu tidak sesuai dengan ketentuan syariah.

(rr/TS)