www.beningpost.com

Sebagai respon dari harga CPO yang melemah di 1Q15, pemerintah meluncurkan mandatory penggunaan biofuel (berbasis CPO) 15% (B15) yang efektif pada bulan April 2015.
 
Menurut siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (tanggal 23 Maret 2015), pelaksanaan B15 akan dapat menyerap produksi biodiesel dalam negeri sebesar 5.3mn KL (setara dengan 4.8mn ton CPO).
 
Sebagai informasi, produksi CPO Indonesia mencapai c.31mn ton pada 2014 dengan konsumsi domestik sebesar c.30% dari total produksi.
 
Tujuan dari rencana ini adalah untuk meningkatkan penyerapan dalam negeri sehingga pasokan global akan menurun dan harga CPO akan naik.
 
Sayangnya, faktanya tidak semenggembirakan rencana yang dibuat karena ketidakpastian tentang rencana CPO Suppoting Fund (CSF). CSF adalah pungutan yang dikenakan pada produsen minyak sawit yang mengekspor produk mereka.
 
Pungutan ini akan dikembalikan ke produsen dalam bentuk subsidi biofuel. Sebagian besar dana ini akan dialokasikan untuk mensubsidi biodiesel.
 
Oleh karena itu, peraturan CSF ini sebenarnya adalah untuk mendukung program B15. “Masalahnya sekarang adalah implementasi CSF ini masih belum jelas sehingga membuat program B15 berjalan lambat,” ujar Tim Riset PT Daewoo Securities Indonesia dalam siaran persnya kepada BeningPost.com Rabu (22/7).
 
Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada bulan April 2015, Pertamina belum melakukan pembelian biodiesel karena skema subsidi yang direncanakan yaitu CPO Supporting Fund (CSF) belum berjalan. Menurut pemberitaan baru-baru ini, CSF ini akan diimplementasikan pada 16 Juli 2015.
 
“Terlepas dari pro dan kontra yang ada di market tentang peraturan ini, kami berpikir jika pemerintah dapat menjalankan program ini dengan baik, maka akan memberikan dampak yang baik untuk Industri Kelapa Sawit Indonesia dalam jangka panjang dan mendukung pengembangan biodiesel di Indonesia,” paparnya.
 
(rr/Syam)