www.lensaindonesia.com

Korban penculikan pascakerusuhan penyerbuan kantor PDI di Jakarta Pusat, 27 Juli 1996, meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pencalonan Sutiyoso sebagai calon tunggal Ketua BIN.

"Karena Presiden Jokowi adalah anggota PDIP dan bukti dugaan keterlibatan Sutiyoso, selaku Pangdam Jaya saat itu, dalam penculikan aktivis mahasiswa dan prodemokrasi pascakerusuhan 27 Juli 1996 cukup kuat maka kami mohon agar pencalonan Sutiyoso sebagai calon tunggal kepala BIN dicabut," kata Hendrik Dikson Sirait, di Jakarta, Senin (29/6).

Presiden sebaiknya mengajukan calon Ketua BIN yang relatif bersih dari dosa-dosa masa lalu sehingga menambah kepercayaan masyarakat terhadap BIN dan pemerintahan Jokowi.

Hendrik adalah salah satu korban penculikan yang diduga dilakukan oleh Inteldam Kodam Jaya pasca kerusuhan 27 Juli 1996. Ia mengaku disiksa selama penahanan enam hari di Kodam Jaya kemudian diserahkan kepada Polda Metro Jaya.

Ia telah memberikan kesaksian dan bukti-bukti penculikan yang diduga dilakukan Inteldam Kodam Jaya, di mana saat itu Pangdam Jaya adalah Sutiyoso, kepada Komisi I DPR Kamis lalu (25/6).

Hendrik, mantan aktivis gerakan mahasiswa dari FISIP Universitas Nasional (Unas), telah menyerahkan sejumlah bukti, termasuk surat Inteldam kepada Kapolda yang membuktikan keterlibatan Kodam Jaya dalam dugaan penculikan terhadap para aktivis mahasiswa dan pro demokrasi.

Ia berharap kepada Komisi I DPR untuk serius dalam menangani laporan ini dan dijadikan dasar pertanyaan saat uji kelayakan dan kepatutan Sutiyoso sebagai calon ketua BIN.

Sebelumnya, Calon Kepala BIN Sutiyoso mengakui memang banyak pendapat orang yang menghubungkan sosoknya dengan peristiwa 27 Juli 1996 tersebut. Namun dirinya tidak pernah mengkhawatirkan hal tersebut.

"Itu kan pendapat seseorang, santai saja. Tidak perlu saya khawatirkan. Waktu sebagai gubernur begitu juga (tidak khawatir)," katanya seusai menghadiri acara deklarasi Relawan Jokowi mendukung Sutiyoso sebagai Kepala BIN di Jakarta, Kamis lalu (25/6).

Letjen (Purn) TNI Sutiyoso mengaku tidak khawatir masalah Kerusuhan 27 Juli 1996 menghambatnya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara, karena petinggi politik sudah mengerti persoalan itu, termasuk Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Gampang lah jawabnya. Masalah itu sudah selesai. Banyak yang tidak tahu di bawah, di atas itu sudah tahu, lihat saja ibu Megawati sudah mengerti masalahnya," katanya.

(rr/Ant/SH)