www.linimedia.com

SUDAH 10 hari saya mendapat forward message ini.  “Kami dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengajak kawan-kawan yang berada di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslimin Indonesia (KAMMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Pelajar Islam Indonesia (PII) dan juga seluruh mahasiswa lainnya untuk bergabung bersama kami dalam aksi serentak tanggal 20 Mei 2015 dengan agenda PENURUNAN PRESIDEN JOKOWI karena telah mengingkari janjinya serta membuat kebijakan yang sangat mencekik rakyat.

Ayo sudah saatnya mahasiswa bersatu untuk bangkit, jangan lihat latar belakangmu, karena kita sama-sama sebagai rakyat Indonesia yang merasakan semakin kesusahan, harga BBM naik, harga bahan pokok naik, harga gas semakin mahal, tarif dasar listrik naik terus, tarif kereta api naik, tatanan hukum amburadul, nilai rupiah semakin jatuh, hutang negara bertambah, institusi Polri dan KPK semakin gagal, konflik politik tak terkendali, biaya hidup semakin mahal karena mengikuti kenaikan harga BBM, tunjangan pejabat dinaikkan, dan rajin blusukan ke luar negeri di saat rakyat Indonesia semakin kesusahan.

Jika kamu merasa kehidupan akhir-akhir ini semakin susah dan merasa memang perlu PRESIDEN JOKOWI HARUS TURUN. Ayo bantu sebar pesan ini ke seluruh kontakmu sebagai dukungan mahasiswa untuk keselamatan Indonesia”.

Membaca pesan berantai di atas sepertinya membaca keprihatinan sekelompok mahasiswa Indonesia atas situasi tidak sedap yang kini mengungkung negeri tercinta ini. Meski malu menuliskan dan menyebarkannya namun negeri yang dikasihi ini  dirasa masih bisa memberi kesejahteraan bagi rakyatnya apabila Presiden Jokowi tidak melanggar janjinya. Janji-janji kampanye Jokowi untuk memberantas korupsi, memihak rakyat kecil, melaksanakan amanat rakyat dengan pemulihan harga kebutuhan pokok dan sebagainya tidak terbukti. Yang ada ialah kebalikannya. BBM naik, TDL naik, gas elpiji naik, tarif angkutan kereta api naik, KPK diam-diam dilemahkan, dan sebagainya.

Wajar jikalau mahasiswa menagih janji Jokowi. Di beberapa kampus sejak Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi mahasiswa berdemo menuntut janji Jokowi. Lantaran janji-janji itu tidak dipenuhi maka menyebarlah pesan cukup panjang melalui telepon seluler sebagaimana ditulis di awal tulisan.

Kurang Gempita

Ketika menerima pesan tersebut seketika saya teringat pesan serupa menjelang 1998. Saat itu berbeda dengan sekarang suasananya. Represi pemerintah Orde Baru yang telah demikian menyengsarakan rakyat menjadi ukuran berhasilnya pergerakan mahasiswa pada Mei 1998. Itu pun ada tokoh di balik peristiwa tersebut yang bahu membahu bersama mahasiswa menumbangkan Orde Baru. Seperti juga menjelang Revolusi Iran 1979 yang antara lain berawal dari ceramah-ceramah politik di kampus-kampus oleh cendekiawan seperti Ali Syariati.

Maka ketika menerima pesan tesebut saya justru bertanya ulang, siapkah mahasiswa BEM SI mengulang peristiwa serupa 17 tahun lalu? Faktanya ketika berlangsung demo yang menghujat kepemimpinan Jokowi, pemberitaannya sepi dan jauh dari komentar, terlebih dukungan rakyat. Apakah karena mahasiswa saat ini sepertinya asik dengan dunianya sendiri ataukah kepekaan terhadap masalah sosial yang berlangsung di depan matanya telah tidak menarik lagi. Sehingga gerakan mahasiswa bersifat sporadis dan aksidental belaka. Misalnya ketika harga BBM naik, mahasiswa berdemo, membakar ban, menguasai sebuah tanki BBM lalu diarak untuk orasi, dan jumlah mahasiswa yang berdemo itu tidak lebih dari 30 orang. Sisanya, ribuan mahasiswa Indonesia hanya menonton melalui siaran televisi atau baru tahu setelah diberi pesan pendek melalui telepon seluler.

Dengan kata lain pesan di atas yang sudah saya terima sekira 10 hari itu sepertinya tidak menimbulkan reaksi yang mantap. Masyarakat tetap adem meski menggeliat namun tak gempita sebagaimana Mei 1998 yang lalu. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa dulu masyarakat memilih Jokowi pada pilpres 2014? Apakah karena tidak ada pilihan lain maka kepemimpinan negara diserahkan kepada Jokowi ataukah karena terbuai oleh slogan jujur sederhana dan amanat yang diterakan pada sosok Jokowi? Bukankah pilpres 2014 sendiri begitu dominan oleh praktik kecurangan yang dilakukan kedua calon presiden? Jadi pemenang pilpres 2014 adalah pasangan yang paling pandai mengelola kecurangan hingga ia tak tampak seperti kecurangan.

Jikalau melihat sosok Jokowi sendiri, saya kira masyarakat tidak percaya bahwa mantan Walikota Solo dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan ingkar janji. Namun dari beberapa kasus politik yang mendera Indonesia saat kepemimpinannya berlangsung, masyarakat pun akhirnya percaya bahwa siapa pun dia manakala kekuasaan sudah ada di tangan maka janji tinggal janji, dan melupakan janji adalah hal biasa.

Ironinya di tengah penyebaran pesan tersebut di atas, Jokowi malah sibuk akan menikahkan anak sulungnya. Ia pun tidak kuasa menjawab pernyataan Megawati Soekarnoputri, “Jika tidak ingin disebut petugas partai, keluar!”. Pernyataan yang disampaikan pada Kongres PDIP di Bali yang baru lalu itu jelas dialamatkan kepada Jokowi. Padahal Jokowi sendiri tetap ada dalam lingkungan “KMP” (Kalla Mega Paloh), artinya dia tetap petugas partai. Jokowi pun sepertinya enggan mengomentari pernyataan Megawati, mungkin karena Megawati pun mengatakan bahwa dia juga tidak lain adalah petugas partai.

Soal kemudian bagaimana dan apa yang akan dilakukan oleh Jokowi untuk merealisasikan janji-janjinya kepada rakyat? Ini yang kita tunggu. Keberanian Jokowi untuk berbeda dengan “KMP” serta keberanian Jokowi lepas dari tali temali partai politik yang terasa demikian mengikat. Sampai kapan? Apakah sampai kita saksikan kebenaran atas isi pesan berantai tersebut di atas terbukti pada tanggal 20 Mei?***

(rr/DK)