www.jurnas.com

Presiden Joko Widodo diingatkan untuk berhati-hati melakukan Penanaman Modal Negara (PMN) ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Suntikan modal tanpa kehati-hatian berpotensi memunculkan korupsi.

"Memang saat ini banyak BUMN dalam keadaan terpuruk sehingga butuh suntikan dana, namun bila suntikan dana terlalu tiba-tiba dan BUMN diminta membuat proposal dalam jangka waktu singkat, akan sangat berbahaya," kata Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado Agus Tony Poputra di Manado, Selasa (27/1).

Agus menjelaskan, sejumlah BUMN tertentu yang selama ini mengelola dana terbatas kemudian mendapatkan kucuran dana dalam jumlah besar pasti akan kebingungan dalam membuat program dan kegiatan ke depan.

Proposal yang dibuat BUMN tersebut berpotensi awut-awutan. Akibatnya, apa yang diinginkan tidak tercapai, bahkan memunculkan potensi korupsi, serta penghamburan uang negara.

"Mereka seharusnya diberi waktu yang cukup untuk merevisi tujuan dan strategi mereka sebelum membuat proposal dana kepada pemerintah sehingga cocok dengan tujuan jangka menengah dan panjang serta terkendali," kata Agus.

Untuk BUMN yang telah go public, suntikan modal pemerintah bukan tanpa masalah. BUMN yang telah go public tentu saja memiliki pemegang saham minoritas.

Manakala pemerintah menambah modal, lanjutnya, maka akan mendilusi porsi kepemilikan pemegang saham minoritas apabila mereka tidak ikut menambah modal.

"Pertanyaannya, apakah mereka setuju untuk menambah modal? Jika tidak, apakah mereka rela terdilusi begitu saja? Kemungkinan besar tidak. Bisa saja mereka menarik dana dan bila dilakukan oleh pemegang saham institusi (terutama asing) maka dapat menimbulkan sentimen pasar yang negatif, akibatnya dapat menurunkan harga pasar saham BUMN bersangkutan," jelasnya.

Khusus untuk bank-bank BUMN, katanya, di samping berdampak pada respons pemegang saham minoritas, kata Poputra, PMN juga dapat mengganggu kinerja operasional dan keuangan bank-bank tersebut jika mereka tidak mampu melempar dana yang diterima ke pasar dalam bentuk kredit.

Dalam kondisi suku bunga kredit yang tinggi saat ini, pemberian kredit bukan hal yang mudah sebab probabilitas kredit macet semakin tinggi.

Agus menjelaskan, ini diperburuk oleh tuntutan pemerintah bahwa profit dan dividen harus meningkat.

Di luar Bank Tabungan Negara (BTN) yang mendapat tanggung jawab dalam pembangunan rumah murah, bank-bank BUMN lain sebaiknya dibantu dengan melibatkan mereka dalam proyek-proyek infrastruktur yang akan dibangun pemerintah.

Itu jauh lebih baik, tanpa mengorbankan pemegang saham minoritas dan mengurangi potensi permasalahan operasional dan keuangan mereka," katanya.

Sebelumnya, pemerintah berniat mengalokasikan sebagian dana dari pencabutan subsidi BBM untuk menyuntik BUMN infrastruktur.

Dalam APBN 2015, ditetapkan subsidi energi BBM sebesarRp 276 triliun. Terhitung mulai 1 Januari 2015, pemerintah mencabut subsidi BBM jenis premium dan menyisakan subsidi sebesar Rp1.000 untuk BBM jenis solar. Dengan keputusan itu, maka APBN memiliki kelebihan kapasitas lebih dari Rp200 triliun.

Rencananya, kelonggaran fiskal itu akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur secara cepat dengan pola yang berbeda. Presiden Joko Widodo telah menyusun sejumlah rencana untuk menggunakan kapasitas APBN 2015 yang tersisa itu, salah satunya adalah untuk menyuntik BUMN.

Menurut Presiden Jokowi, pemerintah akan memberikan suntikan dana sebesar Rp48 triliun kepala BUMN infrastruktur.

(rr/rm)