www.merdeka.com

MENJABAT Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) bukan soal gampang. Masyarakat Jakarta yang plural dan heterogen dengan persoalan yang terus menerus menindihnya merupakan tantangan sekaligus ancaman. Menjadi Gubernur DKI tidak saja membutuhkan keberanian melawan tradisi politik yang telah diwariskan gubernur sebelumnya, melainkan butuh loby-loby politik yang berakhir dengan win-win solution.

Tercatat sejak tahun 1945 Jakarta dipimpin oleh 18 kepala daerah. Suwiryo adalah walikota/ setingkat gubernur saat ini yang memimpin Jakarta pada 1945 – 1947. Dari deretan nama gubernur terdapat nama Henk Ngantung (1964-1965), satu-satunya seniman/ pelukis yang pernah menyandang jabatan Gubernur DKI Jakarta. Tentang Hendrik Hermanus Joel Ngantung bisa diklik di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Henk_Ngantung.

Basuki Tjahja Purnama alias Ahok meneruskan tradisi para pendahulunya tatkala memimpin Jakarta. Sesuai dengan kondisi pada jamannya, seluruh gubernur yang pernah memimpin Jakarta akan masuk secara otomatis ke dalam permainan politik. Suwiryo dengan suasana kemerdekaan yang masih hangat, Henk Ngantung dengan politik panas dan berdarah-darah. Sementara Ahok menjalani masa jabatannya di tengah menguatnya kompleksitas masalah Jakarta, ketika persoalan satu dengan lain kerap dibenturkan.

Itu yang membuat Ahok mengatakan dengan satire, “Saya ini sudah Cina, kafir pula”. Pernyataan yang mengundang rasa getir namun menyengat. Di dalamnya termuat makna yang disembunyikan, antara lain muslim dan beriman. Sepertinya Ahok sadar betul bahwa untuk memimpin Jakarta butuh kegilaan tertentu untuk mencipta kondusifitas pembangunan Jakarta. Dan target yang hendak dicapai ialah transparansi keuangan Negaran Ini yang patut diacungi jempol.

Sejak banyaknya kepala daerah dikandangkan ke dalam penjara di berbagai daerah, aroma transparansi keuangan tercium begitu dekat. Partisipasi masyarakat dalam hal pemantauan keuangan daerah/ negara kian terbuka.  Tentu saja kondisi ini merangsang terjalinnya penggunaan anggaran negara secara tepat sasaran. Jika tidak, peluang dilaporkan ke KPK dalam kasus dugaan korupsi mengancam kedudukan kepala daerah.

Salah satu langkah yang ditempuh Ahok menanggulangi masalah korupsi yang semakin masif di Indonesia, berinisiatif melakukan transparansi di wilayah pemerintahannya. Caranya, semua rapat yang menyangkut pengambilan keputusan akan didokumentasikannya melalui video. Khususnya proses urun rembug yang berkaitan dengan anggaran di DKI Jakarta. Dengan demikian, diharapkan proses penyelewengan bisa diantisipasi sejak awal.

Kalau pejabat Pemda membahas anggaran dengan DPRD harus direkam, diupload ke Youtube. Kalau tidak seperti itu jangan dibahas.  Ahok menyampaikan hal tersebut dalam acara memperingati Hari Anti Korupsi, di Jakarta pekan lalu.  Cara tersebut adalah bentuk keterbukaan sistem. Transparansi pemanfaatan uang yang telah disetorkan masyarakat kepada daerah. Agar tidak ada rahasia lagi antara masyarakat dengan pemda Jakarta. Sehingga putusan yang dibuat memiliki dasar dan tidak ditentang oleh rakyat.

Tidak hanya transparansi di tingkat pemda, pendapatan di jalanan juga ikut diangkat oleh mantan kader Partai Gerindra ini. Lahan parkir di DKI Jakarta menjadi surga bagi oknum-oknum yang mengambil untung dari pungutan kepada para tukang parkir. J alan Sabang contohnya. Dalam sehari Pemda DKI hanya disetor Rp 500 ribu oleh para juru parkir di sana. Padahal, dalam semalam pendapatan mereka bisa terkumpul Rp 24 juta. Pemda DKI akhirnya minta 30% dan 70% untuk juru parkir dan link-nya.

Pemberantasan korupsi di tanah sudah begitu mengakar ke sendi-sendi masyarakat. Itu sebabnya langkah Ahok mempublikasi rapat-rapat anggaran antara Pemda DKI dengan DPRD direkam video lantas diunggah ke youtube merupakan langkah preventif penanggulan untuk memimalisir perilaku korupsi. Gagasan partisipasi publik melalui secara bersama-sama menundukkan korupsi ini harus dilatarbelakangi oleh menjaga optimisme bahwa korupsi dapat ditaklukkan.

Basuki Tjahja Purnama saat memimpin rapat, source: sidomi.com

Semangat Antikorupsi

Bangsa ini sebenarnya sedang bergeliat melawan korupsi. Ditambah niatan ini sudah berubah menjadi wabah positif, yakni Demam Antikorup yang menjangkiti warga. Perlu juga semangat yang sama bagi para pihak yang berkepentingan serupa untuk terus menjaga semangat memerangi korupsi. Bambang Wijoyanto, Wakil Ketua KPK mengatakan, tantangannya adalah bagaimana memelihara ekspektasi publik, bahwa demam korupsi bukan hanya demam saja tapi virus untuk menaklukkan korupsi.

Korupsi secara sederhana diartikan sebagai pelanggaran penggunaan keuangan negara. Semakin tertutup pembahasan keuangan negara semakin besar potensi korupsi. Penulis  yakin langkah Ahok mempublikasikan video pembahasan anggaran Pemda DKI melalui youtube mengundang pro kontra. Tentu saja masyarakat berada di pihak pro dan mendukung gagasan Ahok. Sementara para pejabat yang riang bermain/ mempermainkan keuangan negara berada di pihak kontra dengan alasan klasik yang diketengahkan yakni rahasia negara. 

Menurut hemat saya, tidak ada salahnya apabila rincian APBD kota/ kabupaten dan provinsi se-Indonesia dipublikasikan secara terbuka. Jika perlu di tempat-tempat terbuka salinan APBN dipajang di ruang publik. Ini sejalan dengan semangat antikorupsi serta merupakan langkah berani untuk menjalankan fungsi pelayanan publik yang terus disorot. Bahwa penyelenggara negara berada pada posisi apparatus dan administrator sudah saatnya menjadi kian terbukti.

Di sisi lain DPR pun harus melakukan hal sama demi memperoleh secercah purnama sebagaimana digagas Ahok. Sebaliknya apabila DPR masih suka rapat anggaran secara sembunyi-sembunyi serta tidak siap dipublikasikan, jargon antikorupsi yang digelindingkan sejak 1999 lalu mengalami akan hambatan cukup kuat. Maka bekerjasamalah dalam hal kebaikan dan takwa, ungkap sebuah ayat suci. Dan jangan bekerjasama dalam hal keburukan dan pengingkaran.***

(rr)