www.waspada.co.id

BBM naik tinggi. Susu tak terbeli. Anak kami kurang gizi.

Iwan Fals

DALAM waktu dekat, November tahun ini harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia akan naik. Perdebatan pun terus merebak. Akan tetapi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengingatkan pemerintahan mendatang akan terbatasnya ruang gerak fiskal. Persoalannya masih sama, lantaran besarnya alokasi anggaran subsidi bahan bakar minyak dan listrik. Dia menuturkan, ada beberapa skenario yang bisa dijalankan. Salah satunya menaikkan harga BBM subsidi sampai Rp 2.000 per liter secara bertahap untuk mengendalikan inflasi.

Berbagai apologi diajukan pemerintah agar kenaikan harga BBM menemukan pembenaran. Ada yang melansir dari banyaknya orang berdiut yang disubsidi, hingga kapal asing yang membeli BBM bersubsidi di tengah laut dan penjualnya adalah orang pemerintah. Sementara dari gedung parlemen Senayan, PDIP masih belum menunjukkan sikap sebagaimana hal serupa terjadi pada masa kepemimpinan Presiden SBY.

Publik juga tahu, Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo yang dahulu karib Presiden Joko Widodo menyatakan akan melakukan demo jikalau dalam waktu dekat harga BBM naik. Ia menagih janji kampanye Jokowi untuk memberantas mafia minyak terlebih dahulu sebelum harga BBM naik. Dan lantaran Jokowi sama sekali belum melakukan tindakan pemberantasan mafia minyak, maka menurut dia harga BBM tidak dinaikkan. Rudy mengatakan, pemberian subsidi kepada rakyat tidak akan membuat Indonesia bangkrut. Pengurangan subsidi, lanjut Rudy, tidak akan menyelesaikan persoalan jika mafia minyak dan gas tetap masih berkeliaran dan dibiarkan. Beban keuangan negara itu dihabiskan segelintir orang yang memainkan harga minyak serta ulah para penyelundup. Dulu saat kampanye, Jokowi-JK berjanji untuk memberantas, sekarang janji harus direalisasikan.

Bulan Oktober lalu, tersiar kabar PDIP pernah menolak rencana pemerintahan SBY menaikkan harga BBM dengan membagi-bagikan 'buku putih'. Kini, saat pemerintahan Jokowi-JK santer dikabarkan akan menaikkan harga BBM dalam waktu dekat, Partai Demokrat mengungkit lagi soal buku itu. Lebih baik PDIP menjalankan usulannya yang dituangkan dalam buku putih itu, kata seorang politisi. Saat Presiden SBY berencana menaikkan harga BBM subsidi, PDIP menjadi fraksi yang paling lantang menyuarakan keberatannya. Mereka memilih walk out saat paripurna pengambilan keputusan terkait rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Penolakan kenaikan harga BBM di zaman SBY menurut politisi PDIP bersifat kasuistik. Menurutnya saat ini yang terpenting yakni menghindari mafia-mafia di sektor minyak merajalela. Dia berasumsi meskipun pemerintah tidak menaikkan BBM, tapi kalau orang-orang neolib itu berkuasa, maka ekonomi juga pasti mengulang tinggi.

Keluhan

Bagi masyarakat pengguna BBM, terutama orang kecil yang bergerak di bidang transportasi umum, industri kecil rumahan dan murahan, dan sebagainya ~kenaikan harga BBM jelas sangat mengganggu. Dalam pengertian mengganggu kelancaran distribusi usaha lantaran harus mengeluarkan biaya lebih besar demi keberlangsungan usahanya. Bahkan minggu lalu harga kebutuhan pokok sehari-hari di pasar sudah naik. Lagi-lagi masyarakat kecil yang tidak berpenghasilan tetap menjadi korban kebijakan pemerintah.

Saya tergolong pengguna angkutan umum yang senang ngobrol dengan pengemudi. Jelang kenaikan harga BBM ini sejumlah keluhan/ curhat para sopir merupakan sesuatu yang susah dicarikan solusi. Pertama, kebijakan yang tidak populis pada tiap kali pergantian Presiden RI serta pada masa kepemimpinannya  selalu menuai protes. Namun yang menarik, protes semua kalangan hingga demo di jalanan oleh mahasiswa dan elemen lain samasekali tidak digubris. Termasuk demo menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh PDI Perjuangan pada kepemimpinan Presiden SBY.  Kedua, keluhan sopir berbanding lurus dengan dilema menaikkan harga/ ongkos naik angkutan umum. Sopir angkutan umum berhadapan langsung dengan penumpang (yang tidak ingin ongkos angkutan umum naik), sementara jumlah setoran sopir kepada pemilik kendaraan biasanya ikut naik seiring kenaikan ongkos angkutan umum. Tentu saja kenaikan harga BBM menjadikan sopir dalam dilema. Ia seperti ada di negeri antah berantah dan selalu dihadapkan pada masalah sosial yang peka.

Ketiga, kenaikan harga BBM berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah. Pemda pasti dihadapkan pada persoalan yang tidak popular bagi pengguna kendaraan/ angkutan umum. Mau tidak mau dinas perhubungan setempat harus menaikkan ongkos angkutan umum. Keempat, lonjakan jumlah pengguna kendaraan bermotor roda dua di Indonesia sudah menjadi “ancaman” bisnis transportasi angkutan umum, dan keadaan ini semakin membebani dengan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Source: www.rri.co.id

Itu baru contoh kecil. Masih banyak contoh lain sekitar masalah sosial ekonomi yang pasti terjadi pada kegiatan rutin pemerintah RI (menaikkan harga BBM). Ironinya pemerintah tahu benar bahwa kenaikan harga BBM bertentangan dengan banyak hal, termasuk apa yang disitir politisi Fadli Zon yang menyesalkan rencana menaikkan harga BBM. Di negara-negara lain menikmati turunnya harga BBM tetapi justru Indonesia malah menaikkan harga BBM. Harga minyak dunia sekarang 77 dolar AS per barel, sedangkan APBN mematok angka 105 dolar AS/ barel. Kenaikan harga BBM dengan dalih untuk dialihkan kepada sektor infrastruktur atau program yang tepat sasaran, Fadli menyatakan, rencana tersebut harus dikaji terlebih dahulu. Tidak bisa serta merta langsung menaikkan harga BBM yang justru dapat menjadikan beban rakyat semakin besar.

Keprihatinan sejumlah orang dan lembaga terhadap rencana kenaikan harga BBM sepertinya pengulangan yang terus terjadi di Indonesia. Peristiwa yang sama dengan pelaku berbeda dan terjadi berulangkali di negeri kaya minyak, mencerminkan mismanagement pengelolaan minyak bumi sebagai sumber daya energy. Minyak yang selalu diseterakan sebagai SDA unggulan, meski dikategorikan sebagai kekayaan yang tidak dapat diperbarui ~hingga Presiden RI ketujuh masih belum dapat dikelola dengan baik. Masih belum memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Minyak Indonesia yang cukup untuk menghidupi rakyatnya sendiri justru terus menerus menjadi beban. Dan pemikul beban yang paling merasakan keberadaan minyak, tidak lain adalah rakyat. Rakyat yang telah memilih presiden dan anggota DPR.***

(rr)