www.pkskelapadua.com

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran yang juga salah seorang yang ikut membuat Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Prof Dr Romli Atmasasmita, mengungkapkan lewat akun Twitter-nya pada Rabu pagi ini (22/10). bahwa dirinya kecewa dengan sikap yang mau menerima tugas yang bukan wewenang KPK, terkait rekam jejak calon menteri.

“Baca lagi yang teliti dan cerdas Pasal 6 Undang-Undang KPK,” kata Romli.

Bukan tanpa alasan sang profesor mengatakan itu. “Jika KPK ikut-ikut membantu presiden soal rekam jejak calon menteri, siapa yang bertanggungg jawab jika menteri korupsi?” kata Romli.

Jajaran kepemimpinan KPK, tambah Romli, tidak menyadari, dengan ikut memberi masukan calon menteri, secara moral telah menempatkan KPK pada posisi dilematis dan kontroversial.

“Apalagi sudah berani-berani beri tanda merah, kuning, dan pink tanpa bukti yang cukup dan diketahui yang bersangkutan sekalipun terututup. Tetap saja keliru dan melanggar hukum,” ujar Romli.

Ia pun lalu menyarankan kepada KPK untuk mengumumkan kepada para calon menteri yang namanya distabilo merah. “Saran saya kepada KPK, umumkan kepada publik calob-calon menteri yang distabilo MERAH! Jika pimpinan KPK jujur, berani, tegas, profesional, dan punya integritas dan tanggung jawab kepada publik, laksanakan saran saya, kecuali sikap Anda sebaliknya,” tutur Romli.

Lalu, apa langkah selanjutnya terhadap nama yang dicoret Jokowi dengan dasar penilaian KPK? “Secara hukum dan moral, KPK harus tetapkan yang dicoret sebagai tersangka,” tutur Romli.

Menurut Romli, KPK jilid 3 ini begitu sakti. “Stabilo KPK lebih dari putusan pengadilan yang inkracht. Itulah hukum di Indonesia,” kata Romli.

 

(rr/Ast)