en.republika.co.id

Kondisi politik domestik yang didominasi perebutan tampuk kekuasaan di parlemen, dinilai telah menekan nilai tukar rupiah, ditambah lagi dengan adanya faktor eksternal dari bursa-bursa global yang sedang melemah.

"Memang bursa global juga sedang melemah. Dari politik domestik pasti ada dampaknya, apalagi jika kegaduhan di parlemen ini 'disengaja' oleh pihak tertentu dan menimbulkan asumsi-asumsi negatif," kata pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada Denni Puspa Purbasari, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (2/10).

Pada Kamis pagi, nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank kembali melemah 22 poin menjadi Rp12.147, setelah sejak Senin (29/10) kurs juga terus tergerus, meskipun sempat mengalami sedikit penguatan pada Selasa (30/10) sore. 

Di sisi pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga pada Kamis pagi dibuka melemah 33,80 poin atau 0,66 persen ke posisi 5.107,11.

Beberapa jam sebelumnya, pada Kamis dini hari, sidang paripurna DPR telah mengesahkan politikus Koalisi Merah Putih dari Partai Golkar, Setya Novanto untuk menjabat Ketua DPR RI 2014-2019, dengan empat Wakil Ketua DPR yakni Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (PAN), dan Fahri Hamzah (PKS).

Sementara koalisi partai pendukung pemerintah, PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem, menarik diri atau "walk out" dari sidang paripurna.

Denni mengatakan, dampak dari kondisi politik domestik memang tidak dapat serta merta menjadi "kambing hitam" terkait melemahnya pasar finansial. 

Pasalnya, pasar finansial global juga secara bersamaan sedang melemah, karena dampak meluasnya wabah Ebola dan juga aksi unjuk rasa di Hong Kong.

Namun, dia mengingatkan, kondisi pelemahan kurs dan juga IHSG tidak dapat dibiarkan. Pemerintah dan otoritas moneter, perlu mendesain bauran kebijakan untuk segera dikeluarkan dan memulihkan stabilitas ekonomi.

"Akibat dampak politik, respon finansial itu sebenarya jangka pendek. Namun stabilitas politik itu, 'neccessary condition'. Seharusnya tidak ada gangguan," tukas dia.

Bauran kebijakan pemerintahan dan otoritas moneter, kata dia, sebaiknya memperkuat sisi fundamental ekonomi, bukan hanya mengantisipasi dampak sentimen negatif yang bersifat sementara atau jangka pendek.

"Secara teroitis, rupiah melemah karena arus dana keluar dari bursa saham. Dan karena pasar sudah didominasi asing, jadi saat dana asing keluar, ya pasti bergejolak ke permintaan valuta asing dan akhirnya ke rupiah," ujar dia.

 

(rr/Ant/sklnws)