www.beritaempat.com

Pilpres tahun ini dinilai telah terjadi kecurangan yang masif dan keberpihakan penyelenggara pemilu dalam proses pilpres. Seharusnya suatu pertandingan dipimpin oleh wasit dengan jujur dan adil. Hal itu membuat peserta lomba dapat mengikuti pertandingan dengan lancar.

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (MPP) PAN Amien Rais, menyatakan penarikan diri dari proses pemilihan umum presiden (pilpres) yang dilakukan Calon Presiden (Capres) nomor 1 Prabowo Subianto diikuti partainya. 

Karena, PAN masih berada dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan kecurangan dilakukan Capres Nomor Urut 2 Joko Widodo (Jokowi) dalam pilpres 2014. “Saya meminta KPU melaksanakan tugas sebaik-baiknya, jangan sampai kena pidana,” katanya, Selasa (22/7).

Hal ini juga diamini Waketum PAN, Dradjad Wibowo bahwa partainya tidak akan keluar dari KMP. “Kalau sikap PAN tetap solid dan itu sudah kami sampaikan kepada semua teman-teman koalisi,” ujarnya. 

Sikap penarikan diri oleh Prabowo itu ditanggapi Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon tidak dilarang oleh undang-undang (UU). Bahkan, ini hak konstitusionalnya. “Percuma melanjutkan proses Pemilu yang tidak adil dan demokratis,” ucapnya.

Penarikan diri juga dilakukan Anggota Dewan Pembina Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Akbar Tanjung. Karena, partainya ingin sistem politik demokrasi bersih dari kecurangan. “Itulah yang mesti kita bangun,” jelasnya.

Partai Golkar akan mengirim surat kepada DPD Partai Golkar Tingkat I dan Tingkat II tentang sikap tersebut. Itu akan ditulis oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham. “DPD Golkar di daerah supaya betul-betul mempersiapkan diri untuk mengikuti perkembangan ke depan,” paparnya.

Bahkan, Akbar menegaskan kesiapan harus dilakukan Partai Golkar jika tidak berada di dalam pemerintahan. Karena, partai ini ingin memperjuangkan amanat rakyat. “Partai Golkar ingin sejalan dengan cita-cita demokrasi,” jelasnya. 

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta juga mengungkapkan serupa. KMP mempunyai alasan kuat untuk mengambil sikap politik tersebut. Hal tersebut siap dipertanggungjawabkannya. “Pilpres terjadi fakta-fakta kecurangan yang masif dan adanya keberpihakan penyelengara pemilu dalam proses pilpres,” jelasnya.

Tidak sahih Komisi Pemilihan Umum (KPU), ucap Fadli, dipersilahkan untuk melegitimasi keputusan penetapan Jokowi-Kalla sebagai presiden terpilih periode 2014-2019. Namun, itu tidak diakui KMP. “Proses dan keanehan terjadi dalam pemilu,” paparnya. 

Hal yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berbeda dengan data KPU. Namun, KPU tidak mau memperhatikan itu. Seperti diungkapkan oleh Juru bicara (Jubir) Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Tantowi Yahya, yang menyatakan bahwa data yang dipunyai PKS akurat dari 479.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan 685.000 relawan. Bahkan, data itu lebih lengkap dibandingkan KPU. “Ini data sahih dan asli,” tuturnya.

Sebanyak 52.000 TPS ditemukan kejanggalan-kejanggalan. Jumlah itu diambil dari 125.000 TPS yang berpotensi diduga terjadi kejanggalan. 

Jumlah surat suara di suatu TPS, ucap Tantowi, maksimal 102 buah dihitung dari 100 suara ditambah 2%. Namun, sebanyak 170 surat suara terdapat di 52 TPS. 

“Ada 28 TPS, suara Prabowo Hatta 0. Padahal kalau di TPS ada dua saksi dari kami, artinya seapes-apesnya ada dua suara untuk kami,” ucapnya. 

KPU telah diminta untuk membuka datanya. Namun, itu tidak dilakukan KPU. “Bawaslu sebagai badan yang mengontrol KPU sudah meminta ada pemungutan suara ulang, tapi tidak didengarkan,” paparnya.

(rr)