Warisan pemikiran Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo kembali diangkat dalam wacana pembangunan nasional melalui Simposium Nasional bertajuk “Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia”.
Acara ini diselenggarakan oleh Katadata bekerja sama dengan Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (ILUNI FEB UI), sebagai forum strategis untuk meninjau kembali relevansi pemikiran Sumitro dalam merespons tantangan pembangunan Indonesia saat ini.
Simposium dibuka dengan pidato kunci dari Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (sekarang FEB UI) tahun 1994-1997, kemudian Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (1997-2001), Menko Perekonomian RI (2001-2004), serta Guru Besar FEB UI.
Prof Dorodjatun yang adalah asisten langsung Prof. Sumitro, mengulas bagaimana Prof. Sumitro menjadi salah satu begawan yang membangun fondasi ekonomi nasional melalui perencanaan jangka panjang, penguatan birokrasi teknokratik, serta komitmen terhadap industrialisasi sebagai motor pencipta lapangan kerja.
“Refleksi ini menjadi penting dalam menjembatani warisan intelektual dengan kebijakan ekonomi yang tepat untuk era yang beliau sebut sebagai the age of ambition,” papar Prof. Dorodjatun.

Simposium ini terdiri dari dua sesi diskusi: sesi pertama bertajuk “Membedah Gagasan Sumitro: Negara sebagai Motor Pembangunan” menghadirkan 4 (empat) intelektual terkemuka seperti Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, Denni Puspa Purbasari, Ph.D, Pengajar FEB UI Universitas Gadjah Mada, serta 2 (dua) alumni FEB UI: Arianto Patunru, Ph.D, dari Australian Nasional University dan Mantan Kepala LPEM FEB UI, serta Rizal Sidiq, Ph.D, dari Leiden Universiteit, mantan pengajar dan peneliti FEB UI. Keempatnya mengangkat pandangan Prof. Sumitro mengenai peran strategis pemerintah dalam membenahi serangkaian ketimpangan dan ketidakseimbangan yang bersifat struktural. Sesi ini dimoderatori oleh Rizki Nauli Siregar, Ph.D, Pengajar FEB UI dan Kepala Public Policy Unit ILUNI FEB UI
Prof Rachbini menyebutkan bahwa pemerintah yang kuat dapat bersanding dengan sektor swasta yang sehat. “Get the institutions right,” adalah kunci hubungan pemerintah dan swasta. Kemudian, Ibu Purbasari merangkum pemikiran Prof. Sumitro dari buku-buku aslinya dan melihat Prof. Sumitro sebagai seorang visioner, yang mampu menceritakan Indonesia tahun 2000, di tahun 1975, atau 25 tahun sebelumnya.
Ia pun menekankan bagaimana kita dapat belajar dari Prof. Sumitro untuk disiplin menggunakan teori ekonomi yang matang dan kehati-hatian dalam merancang kebijakan, dengan memahami konteks sosial ekonomi.
Selanjutnya, Sidiq mengutip tulisan Prof. Sumitro tahun 1977, tentang empat syarat untuk pemerintahan yang efektif: pertama, adanya tanggung jawab sosial yang tinggi dari kelompok pimpinan politik. Kedua, tingkat pemahaman politik yang tinggi tentang berbagai masalah pembangunan, dilema, kepentingan strategis. Ketiga, ketersediaan tenaga teknis dan profesional yang memadai, guna mewujudkan tujuan melalui penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang efektif. Dan keempat, kerangka kekuasaan yang efektif guna mendorong partisipasi publik.

Terkait kebijakan perdagangan internasional, Patunru juga melihat relevansi dari deregulasi yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dengan pemikiran Prof. Sumitro yang tidak setuju dengan restriksi perdagangan kuantitatif seperti kuota.
Dimoderatori oleh Dr. Aviliani, Komisaris Utama Allobank, sesi kedua bertema “Implementasi Sumitronomics untuk Mengejar Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi”menampilkan tokoh-tokoh dari kabinet saat ini, yaitu Kartika Wirjoatmodjo (Wakil Menteri BUMN), Fahri Hamzah (Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman), dan Prof. Dr. Stella Christie (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi). Sesi ini mendiskusikan bagaimana Sumitronomics dapat diterjemahkan menjadi kebijakan konkret yang mendorong pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.
Simposium Nasional kemudian ditutup dengan tanggapan dari 3 (tiga) ekonom alumni FEB UI yaitu Dr. Chaikal Nuryakin, Kepala LPEM FEB UI, Dr. Kiki Verico, pengajar dan peneliti FEB UI serta Tenaga Ahli Menteri Keuangan 2020-2024, dan Dr. Ibrahim Kholilul Rahman, Senior Research Associate IFG dan Kepala Bidang Strategic Studies ILUNI FEB UI.
Ketiga ekonom tersebut menekankan pentingnya riset dan inovasi teknologi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung implementasi Sumitronomics.
Dengan menghadirkan pemikir lintas generasi serta para pengambil kebijakan utama, simposium ini menjadi momentum penting untuk menggali kembali pemikiran ekonomi Indonesia, sebagai fondasi strategis dalam membangun ekonomi Indonesia yang berdaulat, tangguh, dan berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat.
(rr/Syam)