Home / Gaya Hidup / Kun-Yong Lee x Samsung Art Store: Garis yang Menemukan, Bukan Mendefinisikan

Kun-Yong Lee x Samsung Art Store: Garis yang Menemukan, Bukan Mendefinisikan

Apakah seni seharusnya membuat kita berpikir, atau justru mengajak kita merasa? Apakah keindahan itu diciptakan, atau ditemukan? Tak ada jawaban pasti.

Namun bagi Kun-Yong Lee, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi inti dari perjalanan berkaryanya selama puluhan tahun, dijawab melalui tubuh, gerakan, dan garis-garis yang tercipta secara alami.

Mulai, 2 Juni, 15 karya pilihan Lee resmi hadir di Samsung Art Store, layanan langganan karya seni yang dapat diakses di Samsung Art TV termasuk The Frame dan QLED. Saat ini tersedia di 117 negara di seluruh dunia, Samsung Art Store menghadirkan lebih dari 3.500 karya seni dalam resolusi 4K dari lebih dari 70 mitra.

Untuk menandai kesempatan ini, Samsung Newsroom berbincang dengan Lee mengenai filosofi seninya dan apa yang menginspirasi kolaborasi ini bersama Samsung.

Hakikat Sensory dalam Seni

T: Anda dikenal luas melalui seri “Bodyscape”. Apa peran tubuh dan gerakan dalam karya seni Anda?

Seri “Bodyscape” terinspirasi dari momen ketika putri saya yang masih kecil baru belajar berjalan, terjatuh saat memegang krayon, dan tanpa sengaja menggambar garis di dinding saat ia terjatuh. Momen itu menyadarkan saya bahwa sebuah karya seni bisa diciptakan tanpa maksud untuk mengekspresikan konsep tertentu — hanya dengan membiarkan tubuh bergerak secara alami, bahkan tanpa melihat ke arah kanvas.

Filsuf Prancis Maurice Merleau-Ponty berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sensorik, bukan dari penalaran abstrak. Begitu pula filsuf linguistik asal Austria, Ludwig Wittgenstein, pernah berkata, “Ketika seseorang tidak dapat berbicara, maka dia harus diam,” — sebuah kritik terhadap keterbatasan filsafat yang hanya mengandalkan bahasa konseptual. Saya setuju dengan gagasan bahwa makna muncul bukan dari bahasa atau pikiran rasional, tetapi dari gerak dan sensasi tubuh. Ekspresi artistik, dengan demikian, bukan sekadar hasil dari niat sadar — melainkan cara tubuh membangun dan merespons dunia secara langsung.

Di sinilah karya saya berbeda dari teknik melukis tradisional. Saya mencelupkan tubuh atau kuas ke dalam cat, lalu meregangkan tangan sejauh mungkin untuk menambahkan garis demi garis. Terkadang, saya sengaja membelakangi kanvas. Jika lukisan tradisional mencerminkan apa yang dibayangkan secara sadar oleh sang seniman, maka karya saya terbentuk dari garis-garis alami yang muncul lewat gerakan berulang — garis-garis yang ditentukan oleh struktur dan keterbatasan gerak tubuh saya.

T: Karya Anda seringkali melibatkan interaksi dengan penonton. Bagaimana interaksi ini mempengaruhi karya seni Anda?

Saya telah terlibat dalam seni pertunjukan sejak masih muda. Interaksi dengan penonton adalah hal yang penting, karena seni pertunjukan adalah medium yang tidak bisa ada tanpa kehadiran penonton secara langsung. Ketika penonton menyaksikan aksi sang seniman, mereka mulai bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan sang seniman atau apa yang akan terjadi selanjutnya. Setiap kata yang diucapkan seniman dan setiap reaksi penonton menjadi bagian yang tak terpisahkan dari karya itu sendiri.

T: Apa Karya Favorit Anda?

Di antara seri “Bodyscape,” saya paling menyukai “Bodyscape 76-1,” “Bodyscape 76-2,” dan “Bodyscape 76-3.”

“Bodyscape 76-1” dan “Bodyscape 76-2” dibuat dengan metode yang benar-benar berbeda dari teknik melukis tradisional. Untuk “Bodyscape 76-1,” saya berdiri di belakang kanvas yang tingginya kira-kira setinggi tubuh saya dan melukis dari belakang dan atas — hanya tangan saya yang menjulur ke depan untuk menggambar garis. Sementara “Bodyscape 76-2,” saya melukis dengan membelakangi kanvas. Dunia baru muncul dari konteks di mana saya tidak dapat melihat apa yang saya lukis.

“Bodyscape 76-3” merepresentasikan dunia artistik yang sepenuhnya tercipta melalui gerakan lengan kiri dan kanan saya. Seperti “Bodyscape 76-2,” saya berdiri di depan kanvas namun tidak menghadapnya secara langsung. Saya memposisikan tubuh menyamping dan merentangkan lengan kanan sejauh mungkin untuk melukis sebuah garis, lalu mengulang gerakan yang sama dengan lengan kiri. Tidak ada titik referensi tetap — saya hanya melukis sesuai batas jangkauan tubuh saya. Lengkungan yang digambar oleh masing-masing tangan bertemu di bagian bawah dan bersilangan di bagian atas, membentuk seperti hati. Namun saya tidak sengaja menggambar bentuk hati — saya hanya membiarkan garis-garis yang terbentuk dari gerakan tubuh muncul secara alami dan menerimanya sebagai bagian inti dari karya seni.

Tubuh adalah aspek paling esensial dalam karya saya. Hal ini sejalan dengan gagasan Merleau-Ponty bahwa tubuh adalah subjek persepsi yang hidup. Karena rasa keberadaan tubuh (corporeality) ini lebih terasa dalam proses dibanding hasil akhirnya, saya mendorong penonton yang baru pertama kali melihat untuk mengamati bagaimana karya ini dibuat.

Melibatkan Publik Lewat Bahasa Seni

T: Bagaimana Anda Mendefinisikan sebuah Seni?

Seni seharusnya tidak dimiliki secara eksklusif oleh para seniman — siapa pun bisa menikmatinya, menirunya, dan mengalaminya.

Pada tahun 2022, saya bereksperimen dengan interaksi digital melalui proyek berjudul “Digital Bodyscape 76-3.” Pengunjung dapat memilih warna dan gaya sesuai yang mereka suka, lalu avatar saya akan menciptakan versi digital dari “Bodyscape 76-3.”

Dalam Gwangju Biennale ke-14 pada tahun 2023, saya mengajak pengunjung untuk merasakan “Bodyscape 76-3” dengan menggambar garis menggunakan kedua tangan mereka sendiri di ruang pameran. Mulai dari anak kecil hingga kakek-nenek, siapa pun yang memegang krayon bisa menciptakan karya seni. Ada kepuasan mendalam ketika seseorang melihat karya yang mereka buat sendiri. Saya ingin sekali memiliki lebih banyak kesempatan seperti ini di masa depan — di mana teknologi tidak hanya memperdalam komunikasi antara seniman dan penonton, tetapi juga mengajak para pencinta seni untuk ikut ambil bagian dalam prosesnya.

T: Apa Peran Seni Didalam Masyarakat?

Di dunia yang serba cepat dan penuh tuntutan saat ini, seni memberikan kita kesempatan untuk menghargai hal-hal yang sering kita anggap remeh, menemukan makna dalam prosesnya, bukan hanya hasil akhirnya, serta melambat dan merenung. Seni mendorong kita untuk memandang dunia dengan rasa ingin tahu yang lebih besar — yang pada akhirnya membantu kita menjalani hidup yang lebih bermakna dan memuaskan.

Samsung Art Store: Mendorong Batas Pengalaman Seni

T: Apakah menurut Anda karya seni yang bersifat pengalaman (experiential) dapat disampaikan secara efektif melalui platform digital seperti Samsung Art Store?

Kemudahan menikmati karya seni melalui Samsung Art TV merupakan kesempatan luar biasa untuk membangun koneksi. Duduk dengan nyaman di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi dan secara tenang menikmati karya seorang seniman — itulah bentuk apresiasi seni yang sangat bermakna. Ketika saya melihat karya saya ditampilkan di The Frame pada Art Basel Hong Kong, saya benar-benar terkesan. Dalam beberapa hal, emosi dan energi karya tersebut terasa lebih hidup dibandingkan saat melihatnya secara langsung. Itulah inovasi dari teknologi mutakhir.

Lebih dari itu, saya percaya Samsung Art TV dapat mengatasi keterbatasan karya seni yang hanya bersifat visual. Karya seni pertunjukan bisa dinikmati dengan suara dan video, sementara karya konseptual dapat dipadukan dengan komentar seniman untuk mendukung pemahaman yang lebih mendalam. Ini adalah kesempatan luar biasa bagi para seniman. Saya berharap semakin banyak orang dapat mengakses dan menikmati seni melalui Samsung Art Store — sebuah undangan untuk melihat dunia dari perspektif seorang seniman.

Lebih dari Sekedar Seni: Langkah Selanjutnya

T: Apakah Anda memiliki saran yang bisa dibagikan kepada para seniman muda?

Sejak muda, saya selalu mengikuti jalan saya sendiri— tanpa ragu atau kompromi — dan waktu telah membawa saya sampai ke tempat saya sekarang. Meskipun saya sering merasa skeptis terhadap tren yang terus berubah, pada akhirnya yang paling penting adalah semangat untuk mengejar karya seni Anda sendiri.

Sebagai seniman, saya percaya bahwa cukup dengan menanggapi secara tulus semangat zaman kita, tetap setia pada masa kini, dan tidak terpengaruh oleh tren yang hanya sementara.

(rr/Syam)

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *